Dampak Pandemi Virus Corona Terhadap Dunia

  •  

  •  

Dunia saat ini sedang digemparkan dengan merebaknya virus corona yang telah menjadi pandemi global. Berawal dari kota Wuhan, China, virus yang kemudian dikenal dengan nama covid-19 ini menyebar tidak hanya ke seantero negeri, tetapi seluruh penjuru dunia. Tidak ada satu pun negara yang terbebas dari ganasnya virus corona ini.
Satu per satu korban meninggal akibat terjangkit virus corona berjatuhan. Tak hanya puluhan, tetapi mencapai ratusan, bahkan ribuan korban jiwa di setiap negara. Jika diakumulasi secara global, jumlah korban keganasan virus covid-19 ini bisa mencapai puluhan ribu jiwa. Sungguh suatu tragedi bencana non alam.
Banyaknya korban jiwa akibat virus corona ini disinyalir karena pemerintah di setiap negara tidak siap menghadapinya. Bahkan, tak bisa dipungkiri bahwa pemerintah di berbagai negara seolah kewalahan saat ‘berperang’ melawan virus corona. Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat dan minimnya APD (Alat Pelindung Diri) mengakibatkan layanan kesehatan tidak maksimal. Bahkan, tak sedikit tenaga kesehatan yang turut menjadi korban ‘keganasan’ virus corona.
Tak bisa dipungkiri virus corona mengguncang peradaban manusia di dunia. Setiap negara melalui otoritasnya meminta rakyatnya untuk tetap di rumah, menjaga jarak baik secara fisik (physical distancing) maupun sosial (social distancing)bahkan melakukan lockdown (karantina wilayah) untuk menghambat penyebaran virus corona. Bukan hanya sekadar imbauan tetapi peraturan dan larangan keras untuk melakukan aktivitas di luar rumah.
Virus corona yang mewabah di berbagai penjuru dunia dan langkah-langkah preventif yang dilakukan tentu menimbulkan perubahan yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat dunia. Lantas, bagaimana dampak dari pandemi corona ini yang tentu membekas dalam kehidupan masyarakat, atau bahkan menimbulkan kondisi yang tak lagi sama dengan sebelumnya.
Industri bisnis terdampak pandemi virus corona
Pemberlakuan social distancing, dan physical distancing tentu membatasi ruang gerak dan mobilitas masyarakat. Bahkan lockdown mengakibatkan masyarakat tidak dapat beraktivitas di luar rumah bahkan untuk mereka yang berstatus sebagai pekerja harian atau pedagang kaki lima.
Diakui atau tidak banyak pihak yang merasakan dampak negatif dari pandemi virus corona saat ini. Pendapatan masyarakat jelas berkurang, terutama mereka yang berpenghasilan harian seperti buruh harian, pedagang kaki lima, ojek online, tukang parkir, dan lainnya.
Dampak negatif penyebaran virus corona tak hanya dirasakan oleh masyarakat saja, tetapi juga dunia usaha baik skala kecil, menengah, maupun besar. Berikut beberapa industri bisnis yang terdampak dari pandemi virus corona.
  • Industri pariwisata dan perhotelan
Di saat musim liburan industri pariwisata dan perhotelan pastilah mencapai kejayaannya. Tingkat kunjungan wisatawan ke berbagai tempat wisata meningkat, di mana tempat-tempat wisata selalu ramai bahkan penuh sesak dengan kerumunan massa wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Demikian pula dengan industri perhotelan, di mana tingkat hunian hotel mengalami kenaikan. Hampir tak ada kamar hotel yang kosong, semua terisi dengan tamu.
Namun kondisi tersebut kini berubah drastis, di mana tempat-tempat wisata sepi bahkan pihak pengelola harus menutup dan menghentikan operasional layanannya. Hal ini dilakukan semata-mata untuk  untuk menghindari kerumunan.
Pandemi virus corona mengakibatkan masyarakat takut dan meningkatkan kewaspadaan sehingga mereka memilih untuk tetap di rumah dan membatasi atau bahkan tidak melakukan aktivitas di luar rumah sama sekali.
Akibatnya, masyarakat membatalkan rencana travelling dan pesanan hotel yang telah di-booking sebelumnya. Imbas dari semua itu tentu saja, tingkat pendapatan dari sektor pariwisata dan perhotelan menurun drastis.
Dalam sektor pariwisata termasuk pula bisnis agen perjalanan wisata seperti travel, kereta api, dan maskapai penerbangan. Mungkin mereka masih membuka layanan perjalanan dari dan ke berbagai kota tujuan. Namun, jumlah dan kapasitas penumpang maksimal tentu dibatasi, tak sebanyak sebelum pandemi virus corona muncul.
Perusahaan kereta api dan maskapai penerbangan tentu akan menerapkan physical distancing terhadap penumpangnya, sehingga terdapat jarak aman antara penumpang yang satu dengan yang lain. Praktis jika sebelumnya kapasitas maksimum sebanyak 50 orang, saat ini hanya mampu menampung setengah atau bahkan seperempatnya saja.
Tak hanya itu, untuk menjamin keamanan dan keselamatan penumpang, perusahaan pun harus menyediakan termometer digital guna mengukur suhu tubuh setiap penumpang. Jika ada penumpang yang kedapatan kondisi tubuhnya kurang sehat, maka mereka tidak diizinkan untuk bepergian dan menaiki alat transportasi tersebut.
Kondisi ini jelas mengakibatkan industri pariwisata dan perhotelan termasuk juga agen perjalanan lesu bahkan terpuruk. Jika kondisi ini terus berlangsung, bisa jadi industri tersebut akan runtuh.
  • Industri UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah)
Tak semua masyarakat memiliki status pekerjaan sebagai karyawan tetap. Sebagian bahkan kebanyakan dari mereka adalah pelaku usaha mikro kecil dan menengah, yang masuk dalam golongan atau kelompok masyarakat berpenghasilan tidak tetap dan harian. Penyebaran virus corona ini memberi pukulan keras bagi kelompok masyarakat ini, karena mereka ‘terpaksa’ harus menghentikan kegiatan usahanya. Artinya praktis pendapatan mereka berkurang bahkan tidak memiliki penghasilan sama sekali.
Guncangan ekonomi mulai dirasakan ketika ‘ketidakberdayaan’ sebagai akibat dari pandemi virus corona ini dihantam dengan tekanan hidup. Di satu sisi mereka dituntut untuk bisa menghadapi situasi dan kondisi agar tetap survive, namun di sisi lain mereka pun dihadapkan pada beban tanggungan seperti biaya hidup sehari-hari, baik konsumsi maupun biaya-biaya lain termasuk cicilan kredit.
Di saat mereka dalam posisi jobless tanpa penghasilan, mereka pun harus memenuhi kebutuhan untuk bisa melangsungkan kehidupannya. Jelas mereka tidak akan bisa survive dalam kondisi yang demikian. Perlu adanya campur tangan pemerintah yang memberikan subsidi yang setidaknya mampu menjamin kebutuhan dasar mereka. Dalam hal ini, pemerintah perlu bekerjasama dengan pihak terkait untuk memberikan kelonggaran segala macam pembayaran, seperti cicilan kredit, biaya listrik, dan lainnya.
Dampak negatif pandemi virus corona
Tak ada satu pun negara yang menginginkan wilayahnya terkena wabah penyakit corona. Namun nasi telah menjadi bubur, virus berukuran mikro tersebut telah merebak dan menjangkiti banyak orang di berbagai negara. Tindakan preventif yang dilakukan seperti lockdownsocial distancing, dan physical distancing dipercaya mampu mencegah penyebaran virus tersebut. Dengan meminimalisir interaksi dan kontak secara langsung disinyalir mampu meminimalisir penularan infeksi virus ini.
Tetap berada di rumah sebagai upaya untuk karantina atau isolasi mandiri memang mampu menurunkan tingkat interaksi dan kontak langsung, sehingga penyebaran virus corona dapat dicegah. Meski demikian, langkah tersebut tak serta-merta memberikan dampak yang positif, karena ada pula dampak negatif yang ditimbulkan.
  • Penyalahgunaan narkoba dan alkohol meningkat
Kebebasan yang dibelenggu tak jarang menimbulkan tindakan buruk untuk mengusir kebosanan dan perasaan serta fisik yang terkungkung bak dalam penjara. Masyarakat yang biasanya bebas beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan atau menjalankan pekerjaan, tiba-tiba ‘dipaksa’ untuk tetap berada di dalam rumah tentu menimbulkan kejenuhan yang luar biasa. Utamanya bagi mereka yang memang tidak bisa anteng dan berdiam diri di rumah.
Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat merasa stres bahkan frustasi sehingga mengalihkannya pada hal-hal yang kurang positif dan mendukung produktivitas. Salah satunya adalah penyalahgunaan narkoba dan alkohol, untuk sekadar menghabiskan waktu atau menghibur diri dalam kejenuhan yang belum bisa dipastikan akan berakhir kapan.
  • Kepanikan belanja dan kelangkaan barang
Korban virus corona dari hari ke hari semakin meningkat. Informasi mengenai keganasan virus ini pun simpang siur, sehingga masyarakat kurang teredukasi dengan baik. Alhasil, timbullah kepanikan yang luar biasa di kalangan masyarakat. Apalagi pemerintah mengimbau untuk tetap berada di rumah, termasuk bagi mereka yang bekerja pun harus dirumahkan dalam arti bekerja dari rumah (work from home) untuk memutus rantai penyebaran virus.
Kepanikan masyarakat yang ingin selamat dari pandemi corona ini ditambah anjuran tetap di rumah mengakibatkan panic buying. Akibatnya, terjadi kelangkaan beberapa barang sebagai alat pelindung diri dari virus seperti masker, hand sanitizer, alkohol, dan lainnya. Kelangkaan ini menyebabkan harga barang-barang tersebut melonjak di pasaran.
Tak hanya barang-barang pelindung diri dari virus, bahkan vitamin yang menunjang daya tahan tubuh pun ludes dari rak-rak toko dan apotik. Bahkan di Indonesia sendiri, rempah-rempah penunjang stamina seperti jahe, temu lawak, dan lainnya juga mengalami lonjakan harga akibat banyaknya permintaan.
Terjadinya kelangkaan berbagai barang bahkan untuk kebutuhan medis sekalipun seperti masker dan APD (Alat Pelindung Diri) menunjukkan bahwa pemerintah tidak siap menghadapi pandemi virus corona ini. Para tenaga medis sebagai garda terdepan dalam ‘peperangan’ melawan virus corona tidak dilengkapi dengan ‘senjata’ yang memadai. Akibatnya, tak sedikit tenaga medis baik dokter maupun perawat yang turut menjadi korban keganasan virus corona.
  • Tenaga medis mengalami kelelahan fisik dan mental
Tenaga medis baik dokter maupun perawat merupakan garda terdepan dalam ‘peperangan’ melawan virus corona. Mereka melakukan pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh jutaan orang awam. Mereka memiliki keahlian, pengetahuan, dan keterampilan yang mumpuni untuk mengatasi pasien-pasien yang terinfeksi virus corona.
Jumlah pasien corona yang meningkat setiap harinya memaksa para tenaga medis untuk bekerja ekstra keras. Hal ini jelas menimbulkan kelelahan baik secara fisik maupun psikis. Mereka pun terancam mengalami stres, sakit hati, frustasi, bahkan depresi.
Kondisi tersebut diperparah dengan minimnya ketersediaan peralatan medis yang dibutuhkan untuk melindungi diri seperti masker dan APD (Alat Pelindung Diri). Padahal merekalah kelompok yang paling rentan tertular virus tersebut. Benar saja, tak sedikit dokter dan perawat yang terinfeksi virus corona dan sebagian di antaranya gugur saat bertugas.
Duka yang dirasakan para tenaga medis tentu bukan hanya kehilangan teman sejawat dan ketakutan terinfeksi, tetapi juga harus jauh dari keluarga. Kebanyakan mereka tidak berani pulang dan lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah sakit. Mereka memposisikan diri sebagai carrier (pembawa virus) yang berisiko menularkan kepada keluarganya.
  • Perubahan dalam berinteraksi dan bersosialisasi
Penularan virus corona terjadi dari droplet atau cairan yang keluar saat bersin atau batuk. Ketika virus dalam droplet tersebut menempal pada media seperti meja, baju, kertas, dan lainnya, mereka mampu bertahan dalam hitungan jam bahkan hari. Oleh sebab itu, sejak merebaknya virus corona terjadi perubahan sosial dalam masyarakat berkenaan dengan cara berinteraksi.
Masyarakat kini menghindari jabat tangan, cipika cipiki atau mencium pipi kanan dan kiri, berpelukan, bahkan untuk berbicara pun mereka menjaga jarak minimal satu meter. Hal ini jelas di luar kebiasaan masyarakat dalam bersosialisasi dan menjalin keakraban. Jika sebelum adanya virus corona, masyarakat begitu mudahnya saling bersentuhan secara umum. Namun, kini tidak lagi.
  • Penurunan penggunaan transportasi umum
Penyediaan transportasi umum massal oleh setiap pemangku negara bertujuan untuk memfasilitasi mobilitas publik dan mengurangi kemacetan serta polusi. Sebelum virus corona muncul, transportasi massal memang benar-benar dimanfaatkan masyarakat untuk mencapai tempat tujuan lebih cepat tanpa terjebak macet. Setiap harinya pengguna transportasi massal baik bus maupun kereta api lokal selalu dipadati penumpang. Artinya, dalam satu armada bus atau gerbong kereta terdapat kerumunan massa.
Kini masyarakat takut untuk menggunakan transportasi umum massal. Sebab, risiko penularan virus corona tinggi, di mana orang-orang berjubel dalam satu armada transportasi, sehingga tidak memungkinkan adanyaphysical distancing.
Ke depannya, masyarakat akan lebih selektif dalam menggunakan transportasi umum massal. Mereka cenderung akan lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi guna menunjang aktivitas dan mobilitasnya sehari-hari.
  • Peningkatan transaksi non tunai
Transaksi non tunai mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditunjang dengan perkembangan teknologi e-commerce yang semakin maju sehingga memungkinkan masyarakat untuk melakukan transaksi jual beli secara online.
Kini sejak virus corona menyebar ke berbagai negara, jumlah transaksi non tunai semakin meningkat. Banyakmerchant atau toko yang membatasi bahkan tidak menerima transaksi tunai, dan dialihkan ke transaksi non tunai, baik transfer maupun gesek kartu debet atau kredit pada mesin EDC (Electronic Data Capture).
Peningkatan transaksi non tunai ini dipicu oleh ketakutan masyarakat terhadap ketidakamanan uang secara fisik. Sebab, uang baik kertas maupun logam berisiko menjadi media penularan virus corona. Memang benar adanya, mengingat bahwa uang fisik mudah dan cepat berpindah tangan dari konsumen yang satu ke konsumen yang lain, sehingga riskan dihinggapi berbagai kuman penyakit dan virus, termasuk corona.
Dampak positif pandemi virus corona
Penyebaran virus corona yang telah menjadi pandemi global sangat meresahkan berbagai kalangan. Virus ini seolah ‘memporak-porandakan’ ekonomi dan peradaban masyarakat dunia. Pola interaksi yang telah berlangsung sekian tahun lamanya berubah drastis dan seolah berbalik 180 derajat. Demikian halnya ekonomi rakyat yang landai tanpa guncangan, tiba-tiba terkoyak dengan serangan virus corona yang memaksa mereka membatasi bahkan menghentikan aktivitas ekonominya.
Di balik ‘musibah’ tentulah ada hikmah yang bisa dipetik. Demikian pula dengan pandemi virus corona ini. Tak semuanya menimbulkan dampak negatif, tetapi ada pula dampak positifnya.
  • Kesadaran masyarakat akan pola hidup bersih dan sehat meningkat
Salah satu cara yang sangat dianjurkan untuk mencegah penularan virus corona adalah sering-sering mencuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir. Sebelumnya banyak dari masyarakat yang abai terhadap kebersihan tangan, bahkan ketika hendak makan. Kini, mereka benar-benar menjaga kebersihan diri termasuk tangannya untuk mencegah penularan virus corona dan menjaga agar diri tetap sehat.
Tak hanya sekadar cuci tangan, masyarakat pun mulai menerapkan pola hidup sehat, dengan menjaga asupan gizi sehari-hari. Mereka mengonsumsi sayur dan buah secara seimbang untuk menjaga imunitas tubuh secara alami.
Kewaspadaan masyarakat tak hanya sebatas pada kebersihan dan kesehatan tubuh saja, tetapi juga lingkungan. Dengan pandemi virus corona ini, masyarakat menjaga kebersihan lingkungan masing-masing dengan menyemprotkan disinfektan secara berkala untuk membunuh kuman dan virus penyakit.
  • Langit cerah, polusi berkurang
Mobilitas masyarakat yang tinggi terutama di kota-kota besar menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, yakni timbulnya polusi dari asap kendaraan dan juga pabrik. Munculnya virus corona jenis covid-19 ini memaksa dihentikannya aktivitas ekonomi, di mana pekerja bekerja dari rumah dan pabrik-pabrik mengurangi atau bahkan menghentikan operasionalnya.
Dampaknya udara menjadi lebih bersih dan sehat untuk dihirup, karena polusi berkurang. Tak hanya itu langit pun tampak biru kembali cerah. Sungai-sungai tampak lebih jernih. Diakui atau tidak, pandemi virus corona ini seolah merupakan tombol reset alam untuk melakukan recovery.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *