MAN OF THE WORD Laris Naibaho

Yang bercita-cita jadi petani, bukanlah petani. Bisa dianalogikan, tentu yg berhasrat jadi orang baik, bukanlah orang baik. Dan  sangat aneh bin ajaib, jika ada orang baik bercita-cita jadi orang jahat.

Agak-agak mirip kiranya, seseorang tidaklah menjadi suci, bila tamat beberapa kali membaca kitab suci. Kitab suci manapun itu. Bukankah ada tertulis, “martua ma halak na mambege dohot na mangulahonsa…” yg artinya, apa pun nasehat yg kita dengar, menjadi berguna kalau kita menggunakannya atau memperaktekkannya dalam kehidupan nyata. Artinya, tidak hanya mendengar, menyampaikan, tapi sekaligus bisa memperlihatkan dalam dunia nyata. Karena siapa pun  bisa berucap ria ttg kebaikan. Tak terkecuali, “Mura do mandok, alai bakkol do anggo mangulahon.”

Itulah masalahnya, siapa pun bisa bicara ttg apa saja, namun belum tentu bisa melakukannya. Hohats. Maka, tak berlebihan penggubah lagu yg sangat popular di zamannya, “Memang Lidah tak bertulang”. Halak hita, menyebutnya, “Nadila Parende.” Banyak bukti ttg itu. Kita coba tengok ke belakang, betapa menyejukkan dan menggelorakan hati mendengar  janji-janji kampanye Caleg, atau Cabup, yg akan membawa kesejahteraan kepada masyarakat secara menyeluruh tanpa pandang bulu. Kenyataannya? Bahkan ada di antara legislator itu, sepanjang 5 tahun, prestasinya hanya “Study banding”. Dia tak tahu apa fungsinya. Bahkan hanya sekedar melaksanakan tugasnya yaitu merumuskan Perda, tak mampu. Yg ada, ini tersebar secara bisik-bisik, ada cukup banyak Legislator yg hanya sibuk mencari dan mendampingi para kontraktor untuk mendapatkan proyek.

Bisa jadi, Legislator ini, idemditto dengan Bupati yg sedang menjabat. Barangkali, perhatiannya lebih tertuju  membangun proyek yg beranggaran besar, agar fee yg didapat besar pula, agar cost ketika merebut habupation i, kembali. Pundi-pundi, tentu harus lebih banyak daripada semula, agar tersedia biaya merebut tahta periode berikutnya.

MODAL DENGKUL CUKUP

Gantungkan cita-cita setinggi langit. Tapi, jangan lupa, “julurkan kakimu sepanjang selimutmu.” Kira – kira begitu semboyannya. Bila tak punya uang, tak apa-apa menginginkan Tahta Kabupaten Satu. Siapa yg larang? Modalnya sederhana, ajak calon pemilih di 2020 untuk keluar dari frame sebelumnya, yg agak-agak berbau money politik. Tak berani awak berucap, di sana ada Politik uang. Kalau ada, tentu sudah ada yg melaporkannya, dan aparat memrosesnya. Buktinya tidak ada sampai sekarang.

Jadi, Intinya, harus ada kampanye yg massip dan terorganisir secara baik TANPA henti, sampai mendekati bulan pencalonan Balonbup, untuk meniadakan politik uang, dan sekaligus menyadarkan masyarakat agar MENOLAK figur yg sudah terindikasi  melakukannya di waktu yg lalu. Namun… hey, tanpa bermaksud mengurangi semangat untuk maju bertarung, ini hanya mungkin jika yg maju tersebut, memiliki figur yg luarbiasa. Seperti Ahoklah misalnya. Kita yakin, tanpa uang, ini dan itu, bahkan saya yakin, masyarakat sendiri yg akan membiaya kampanye. Masyarakat sudah sangat rindu atau merindukan seorang pemimpin yang bisa seperti PUNTADEWA*, yang mewakafkan dirinya untuk berbuat hanya dan untuk rakyat di negerinya. Trus terang, figur  yg ujuk-ujuk datang, lalu teriak-teriak, atau tampil seakan tahu semua kepentingan rakyat di hutatta tanpa tahu prestasinya apa, di mana, atau apa yg diperbuatnya di masyarakat sejauh ini, horas jala gabe ma. Tak usah mengharap terlalu jauh. Lebih baik, jika punya uang lebih di tabungan, gunakan untuk membuka peternakan bebek di dolohan. Karena 5 tahun ke depan, hutatta i, akan jadi destinasi ke-3 terbesar di negeri ini.
***
Selamat Idul Fitri boeat seluruh teman FB yang merayakannya. (Laris Naibaho)

2 thoughts on “

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *