Mengikuti acara kebaktian pembukaan Sidang Majelis Pekerja Lengkap Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (MPL-PGI) Wilayah Sumatera Utara, tgl. 22 Mei 2012 di Gereja HKBP Doloksanggul. Acara berlangsung runut, lancar dan berjalan dengan baik tuntas. Khotbah yang disampaikan Pdt.Adolf Bastian Marpaung MTh (Ephorus GKPA) dari Epesus 4: 1-8 membahas tentang Keesaan Gereja dan Gaya Hidup Umat Tuhan.
Yang mengesankan bagi saya adalah ketika Kebaktian mengetengahkan “Refleksi Konteks Gereja dan masyarakat & Doa mohon keampunan dosa :
* Masyarakat Negeri ini, kini mengeluh, karena terindikasi bahwa telah terjadi penurunan moral bangsa. Kita yang mengaku bahwa kita adalah bangsa yang berke-Tuhan-an, beragama, bahkan agamis, tetapi realitasnya sangat kontradiktif. Predikat sebagai bangsa yang berbudaya, belum sepenuhnya sebagai apresiasi atas implementasi jati dirikita. Predikat sebagai orang yang beragama ternyata tidak sepenuhnya ditunjukkan, karena pikiran, perkataan dan perbuatan kita sebagai orang agamis masih hanya pada tataran atribut, aksesoris yang melekat pada seremonial dan ritual belaka.
> Ampunkan kami ya Tuhan, sebagai masyarakat dan warga jemaat yang tidakmampu mempertahankan sterilisasi eksistensi sebagai persekutuan orang percaya. Ampunkan kami ya Tuhan atas ketidakmampuan abdikan diri sebagai penolong dan sahabat bagi sesama. Ada banyak perseteruan, permusuhan antar gereaja apalagi antar agama. Praktek diskiriminasi semakin terlihat, degradasi nilai kemanusiaan semakin mencuat. Hak orang minoritas semakin dipinggirkan. Ampunkan kamiya Tuhan yang tidak mampu mengalirkan kebaikan Tuhan untuk semua orang, Ampunkan kami gerejaMu ya Tuhan yang tidak berani menjadi garda terdepan untuk membela hak azasi kemanusiaan. Kami hanya berpangku tangan, tanpa ikut ambilbagian dalam memutus kezoliman.
* Sesungguhnya substansi moral bangsa ini ada dalam Pancasila dan UUD 1945, merupakan hasil akomodasi nilai-nilai kehidupan sosial, politik, ekonomi, hukum dan budaya yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Karenanya Pancasila dan UUD 1945 haruslah menjadi cermin moral bangsa dan alat instrospeksi diri ketika berfikir, bersikap maupun bertindak dari seluruh masyarakat Indonesia. Dia sudah menjadi komitmen bersama yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, tetapi harus dijunjung tinggi oleh setiap warga di Republik ini, agar bangsa ini menjadi kokoh. Tetapi realitas yang kita jumpai, sangat bertentangan dan sarat dengan kepentingan terhadap nilai-nilai tersebut. Bukankah kasus korupsi masih sangat merebak, mafia hukum dan peradilan masih sangat kental, kejahatan politis masih menyebar, pelanggaran HAM, teroris, kriminalitas masih tinggi, kekerasan Rumah Tangga masih sangat mencuat, kemiskinan sangat menebar?
> Kami mohon ampun Ya Tuhan, atas alpanya kami mengambil peran, karena terlena akan kesibukan memperhatikan diri kami sendiri, dan gereja kami sendiri. Kami juga mengaku, bahwa kami sering berlaku tidak benar dan tidakadil kepada sesama kami, sebab korupsi masih melekat dalam diri, kekerasan masih merupakan cerminan diri, ketidakperdulian masih merupakan ciri diri, ada banyak anak perempuan dibawah umur yang dieksploitasi melalui kerja paksa, penjualan anak sebagai pekerja domestik, pengemis, istri pesanan. Semua itu tampakhnya sudah menjadi lahan yang teramat menguntungkan.
Kami tahu, ada banyak sesama dan saudara kami di negeri ini, menggeliat dalam tekanan kemiskinan, tidakmampu berfikir tentang apa arti kesehatan, asal ada yang dimakan karena tidak punya daging, susu untuk lauk kesehatan. Ada banyak saudara disekitar kami yang tidak mampu untuk menggapai apalagi memiliki sandang, papa, logam apalagi emas, untuk bekal kesejahteraan, pendidikan dan kesehatannya. Tetapi kami tak pernah perdulikan dia, teman atau handaitolan. ampunkan kami ya Tuhan, yang masih ada dalam keserakahan, lambat berbagi, tak sudi memberi, yang acuk dan tak peduli.
* Realitas kontradiktif ini menjadi tugas utama Gereja, sebab gereja punya tanggungjawab terhadap fungsi kontrol, fungsi pengendalian, fungsi pengingatan dan fungsi solutif. Sebagai tugas panggilan dan tanggungjawab, Gereja yang harus menyuarakan dan memberlakukan kebenaran Firman Tuhan. Sebagai fungsi kontrol, berarti gereja harus jernih dan objektif dalam mengamati realitas masyarakat, agar dapat mencegah penyimpangan, pelanggaran dan ketidak benaran untuk menegakkan kebenara. Menjalankan fungsi Pengadilan, berarti gereja harus memberi arah yang benar terhadap praktek-praktk kehidupan negeri ini. menjalankan fungsi pengingatan, berarti gereja harus menyuarakan suara Kenabian tentang kebenaran dan kebaikan. Menjalankan fungsi solutif berarti gereja harus mampu memberikan jalan keluar yang tepat terhadap segala persoalan di negeri ini.
> Sekalipun banyak tahu nilai suci dan luhur akan hidup manusia, namun jika kami hanya berpangku tangan, munafiklah kami Ya Tuhan. Sekalipun kami sanggup mengatakan ke arah mana mata angin bertiup, namun kami tidak pernah mengamalkan kasih, maka tidak akan ada artinya. Sekalipun kami punya banyak lidan dan mampu berbahasa malaikat, namun tanpa pernah berbuat apa-apa, maka semua itu sia sia dan kosong. Sedekah tak cukup menolong orang miskin untuk dapat bertahan hidup, tetapi KASIH dalam perbuatan dan pengorbanan dapat melahirkan SUKACITA serta PENGHARAPAN bagi masyarakat kami di negeri ini. Ampunkan kami Ya Tuhan jika aksi, kata dan laku kami belum benahai diri untuk cerminkan penyesalan diri.