TANO BATAK (2), OMPUNG YANG TREMOR
Nestor Rico Tambun
Bagaimana kawasan Tapanuli sekarang? Apakah Tano Batak masih tetap bak om googleak yang kurus?
Susah menjawabnya. Sulit. Karena seperti lirik lagu pop Batak: da nunga mumpat angka taluktuk, da nunga sega gadu-gadu… nunga ro angka uhum na baru.
Dengan anak-anak muda yang terus-menerus pergi sekolah dan merantau, Kawasan Tano Batak itu sebenarnya makin lama makin sepi. Yang tinggal di kampung hanya orang-orang tua dan yang tidak mampu melanjutkan sekolah. Tano Batak seperti orang yang makin menua. Makin sunyi.
Dalam kondisi seperti itu, terjadi beberapa konflik dan perubahan tajam di Tano Batak. Pendirian pabrik pulp dan rayon PT Inti Indorayon Utama di Porsea dan hak penguasaan hutan yang begitu luas, menimbulkan konflik tenurial (pertanahan) dan kehutanan di berbagai wilayah Tano Batak.
Banyak yang menentang, karena perusahaan ini dianggap merebut hutan dan merusak lingkungan di Tano Batak. Beberapa kali terjadi demo besar. Banyak yang melakukan perlawanan, sampai diadili.
Tapi, seperti terjadi dimana-mana, aparat pemerintah dan keamanan berpihak pada kapitalis. Operasi Indorayon sempat dihentikan, tapi kemudian jalan lagi dengan nama baru PT Toba Pulp Lestari (TPL). Konflik antara pendukung dan penentang TPL masih berlangsung hingga sekarang. Masyarakat terakhir yang diadili dan dipenjara karena berkonflik dengan TPL adalah warga Sihaporas, di Simalungun.
.
Hampir bersamaan dengan konflik sosial Indorayon, terjadi konflik perpecahan di gereja HKBP. Luar biasa. Sebuah lembaga gereja bersejarah dan besar, boleh disebut sebagai salah satu tiang utama kehidupan orang Batak, Batak Toba khususnya, seperti rubuh. Kalau orang sampai berkelahi, konflik besar di gereja, rasanya hancur sudah. Hagagaor na so uhum.
Banyak yang berpendapat, bahwa dua konflik ini sejalan. Disadari atau tidak, ini upaya menghancurkan orang Batak. dan Tano Batak. Salah satu pertanda, militer ikut campur dalam kasus perpecahan HKBP. Berarti ada arahan dari komando yang lebih tinggi. Karena itulah orang-orang Batak yang hebat-hebat pun diam, tak berani bicara.
Tidak salah mengatakan, sejak dua konflik ini, masyarakat Batak, yang dikenal sebagai masyarakat adat, telah retak. Relatif jadi lebih ganas dan gampang berkelahi.
Jangan lupa, kedua konflik itu mengakibatkan banyak konflik turunan lain. Selain perpecahan sosial antara pendukung dan penentang Indorayon, karena persoalan tanah dan hutan yang tak kunjung terselesaikan, perpecahan HKBP melahirkan banyak gereja-gereja baru yang beraliran kharismatik di Tano Batak.
Gereja-gereja kharismatik ini banyak yang bertentangan dengan adat dan budaya. Contohnya, melarang margondang dan memakai ulos, bahkan membakar ulos. Adat Batak terguncang.
Kayaknya, sejak itu pulalah adat Batak jadi jarang memakai gondang. Orang Batak melakukan pesta adat dan manortor dengan musik campur-aduk. Ada taganing, tapi dicampur drum, organ, suling, bahkan dengan saksofon. Warna adat dan budaya remuk. Manortori na so gondangna.
Eh, ndilalah, datang pula reformasi dan otonomi daerah. Tapanuli Utara dimekarkan menjadi empat kabupaten (Tapanuli Utara, Humbang, Tobasa (sekarang Toba), dan Samosir. Tapanuli Selatan menjadi Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Mandailing Natal.
Kantor-kantor Bupati dan gedung-gedung pemerintahan lain dibangun. Banyak pegawai-pegawai baru berseragam, menjadi elite baru masyarakat.
Kehidupan masyarakat diwarnai permainan politik, karena sejak otonomi daerah, pemeran utama kehidupan politik dan pemerintahan adalah partai politik. Pencalonan pemilihan kepala daerah harus lewat partai. Belum lagi pemilihan legislatif. Orang-orang terpecah dalam permainan dan olah-mengolah ala partai politik. Bahkan orang satu desa, satu huta pun terpecah dan saling bertarung.
Tano Batak terguncang. Orang-orang tua yang tinggal di Tano Batak, yang dulu relatif hidup damai dan hanya tahu kerja keras, seperti tidak siap dengan keguncangan ini. Satu per satu mereka berlalu. Yang masih hidup hanya bisa termangu.
Tano Batak ibarat orang tua yang tiba-tiba dilanda macam-macam penyakit dan menderita tremor. Seluruh tubuhnya gemetar. Geger kehidupan sosial, geger budaya, dan geger hehidupan serta situasi politis.
Eh, bagaimana dengan anak-anak mereka? Apakah anak cucu yang sudah pada sukses dan hebat di berbagai rantau tidak dapat, atau datang menolong? Taelaah… susah ngomongnya. Tapi, nanti aja, ya.