Thomson Hutasoit bersama Rant Limbong dan 26 lainnya. |
KEPALA DAERAH JANGAN LATAH MINTA PSBB.
Oleh: Drs. Thomson Hutasoit.
Akhir-akhir ini sepertinya banyak Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/ Walikota) ingin mengusulkan daerahnya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tanpa pertimbangan matang dan mendetail. Akibatnya, menimbulkan ekses sosial rumit dan kompleks serta menimbulkan keresahan, kebingungan, kecemasan, kepanikan ditengah masyarakat daerah bersangkutan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah mengatur detil pengusulan PSBB di suatu daerah.
Pasal 2 (1) Dengan persetujuan menteri yang menyelenggaraka n urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada pertimbangan epidemologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada pertimbangan epidemologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Pasal 3 Pembatasan Sosial Berskala Besar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah, dan
b. Terdapat kaitan epidemologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
a. Jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah, dan
b. Terdapat kaitan epidemologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Pasal 4 (1) Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi:
a. Peliburan sekolah dan tempat kerja.
b. Pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau
c. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
a. Peliburan sekolah dan tempat kerja.
b. Pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau
c. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
(2) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b tetap mempertimbangka n kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan Ibadah penduduk.
(3) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
Selain daripada PP No. 21 Tahun 2020 tentu harus juga memperhatikan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Sebagaimana diketahui, Negara Republik Indonesia terdiri dari 34 provinsi, 416 kabupaten, 98 kota, 7.094 kecamatan, 74.957 desa, 8.490 kelurahan (Permendagri No. 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan-re d) dengan jumlah penduduk kurang-lebih 270 juta, karakteristik geografi, demografi, topologi beraneka ragam, tentu sangat sulit dan rumit dipukul rata tiap-tiap daerah, baik provinsi maupun kabupaten/ kota.
Pertimbangan pengusulan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagaimana diatur pasal 2 ayat (2) yakni; epidemologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, tentu harus melalui kajian, analisis mendalam dan mendetail didukung data base akurat dan faktual.
Pemerintah daerah (gubernur, bupati/ walikota) harus mengidentifikas i, inventarisasi, pemetaan (maping) kondisi riil kemampuan daerah apabila menerapkan PSBB yang berdampak langsung maupun tidak langsung dalam arti seluas-luasnya, termasuk kondusivitas daerah bersangkutan.
Pemerintah daerah harus memiliki data valid berapa jumlah penduduk miskin, rentan miskin, penduduk kelas menengah Tanggung Rentan (balik miskin) terdampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Hal itu bertujuan agar jaring pengaman sosial (social safty net) tidak salah sasaran seperti terjadi di daerah Provinsi DKI Jakarta, anggota DPRD, orang kaya, ASN, mendapat bantuan sosial (bansos), sementara penduduk miskin faktual tidak mendapat bantuan sosial (bansos) akibat data tak valid.
Menurut data Badan Pusat Statistik (2019) jumlah penduduk miskin sebesar 25,14 juta atau 9,82 persen, jumlah penduduk rentan miskin sebesar 53,3 juta jiwa atau 20,19 persen. Kelas Menengah Tanggung Rentan (balik miskin) sebesar 115 juta jiwa.
Rentan miskin 54,1 persen berada di pedesaan, 45,9 persen berada di perkotaan merupakan potensi terbesar terdampak penerapan PSBB.
Pertimbangan nasib penduduk miskin dan rentan miskin harus menjadi perhatian serius Pemerintah Daerah (gubernur, bupati/ walikota) agar PSBB tidak menimbulkan permasalahan baru atau kelatahan belaka.
Pemerintah daerah (gubernur, bupati/ walikota) harus segera melakukan refocusing anggaran APBD bersama DPRD melalui APBD-Perubahan dititikberatkan atau diprioritaakan pada anggaran stimulus sektor ekonomi kerakyatan, padat karya agar roda perekonomian bisa bergerak menopang pendapatan masyarakat daerah. Karena sangat mustahil dan mustahal pemerintah daerah mampu menanggung beban masyarakat melalui jaring pengaman sosial (social safty net).
Karakteristik daerah perkotaan dengan pedesaan sungguh amat berbeda. Sehingga pemerintah daerah harus mempunyai kreativitas, inovasi, dan terobosan cerdas, jenial dan brilian menterjemahkan, menjabarkan arah kebijakan apabila mengusulkan PSBB di daerahnya.
Salah satu contoh, peliburan sekolah dan tempat kerja pasal 4 ayat (1) tidak lah sama dan identik antara perkotaan dan pedesaan.
Sekolah di perkotaan bisa diterapkan belajar secara daring, sementara di pedesaan amat sangat sulit diterapkan karena gadget masih sangat minim atau tidak ada sama sekali.
Bagaimana belajar daring tanpa didukung infrastruktur memadai untuk itu….???
Bagaimana bekerja dari rumah atau bekerja di rumah bagi petani, pekebun, nelayan, pedagang tradisional atau pedagang kaki lima (PKL), pedagang asongan, pekerja serabutan, dll….???
Pertimbangan-pe rtimbangan seperti itu tentu tidak bisa dianggap mudah dan enteng serta bisa digampangkan pengambil kebijakan.
Alangkah arif dan bijaksana mengintensifkan dan mengefektifkan Social Distancing, Physical Distancing terhadap masyarakat DARIPADA LATAH MEMINTA PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB) karena memotong mata rantai penyebaran wabah virus Corona atau Covid-19 sejatinya tergantung KESADARAN DAN DISIPLIN masyarakat itu sendiri.
PSBB ataupun LOCKDOWN bila tidak didukung KESADARAN DAN DISIPLIN semua pihak pasti akan gagal total.
@jokowi. @mendagrititoka rnavian. @menkopolhukamm ahfudmd.@menkes terawan.
@kapolriidamazi s.
@gugustugascovi d19.
#bersatumelawanc ivid19.
#btpfans
#ericktohir.
@jokowi. @mendagrititoka
@kapolriidamazi
@gugustugascovi
#bersatumelawanc
#btpfans
#ericktohir.
Medan, 26 April 2020
Drs. Thomson Hutasoit.
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP).
Drs. Thomson Hutasoit.
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP).
Very nice post. I just stumbled upon your blog and wanted to say that I’ve really enjoyed browsing your blog posts. In any case I’ll be subscribing to your feed and I hope you write again soon!
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good. https://www.binance.com/sv/join?ref=T7KCZASX
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.