KURANG CEPAT DAN SIGAP
“Kepada Pak JK yang terhormat”
Sebelumnya, perkenankanlah permohonan maaf yang sebesar-besarnya bila judul tulisan ini diambil dari judul kritik yang Bapak lontarkan kepada mantan atasan Bapak ketika yang lalu Bapak menjadi Wakil Presiden RI.
Perkenankan pula permohonan maaf yang tak terhingga, bila judul tulisan ini pun dengan berat hati harus penulis berikan kepada Bapak sendiri. Begini cerita lengkapnya..Tentu masyarakat luas masih banyak yang ingat akan masa kampanye tahun 2014 silam. Dalam satu kesempatan wartawan bertanya:
Pak Jokowi, kan jargon Pak JK itu “Lebih Cepat Lebih Baik.” Bagaimana dengan Bapak sendiri? Lalu Pak Jokowi dengan tangkas menjawab: “Saya akan lebih cepat lagi.”
Dan apa yang terjadi? Wow ternyata Bapak membuktikan sendiri secara langsung, selama 5 tahun Bapak mendampingi Pak Jokowi, Bapak bisa mengikuti semua perjalanan tukang kayu yang kurus ini membangun tanah airnya secara spartan dari Aceh hingga Papua, dan itu tidak terlihat ketika Bapak menjadi Wakil Presiden di era sebelumnya. Yang itu artinya sudah satu point Bapak kalah sigap.
“Benar atau betul? Bila harus jujur, hati nurani Bapak akan mengatakan bahwa yang penulis katakan 100% benar adanya. Karena hal itu pun telah diakui dunia, dan Bapak sangat tahu itu. Karenanya penulis tak perlu mengulas yang satu ini, karena perlu satu buku sendiri untuk menulis keseluruhannya.”
Kedua, ketika salah satu menteri yang Bapak dukung direshuffle karena performanya kurang sesuai dengan harapan, konon Bapak justru keukeuh mendukungnya maju menjadi Gubernur, dan hasilnya seperti yang sekarang Bapak lihat sendiri. Itu artinya Bapak kalah sigap dengan Pak Jokowi yang memahami betul kinerja kabinetnya yang selalu dikontrol dan dievaluasinya.
Ketiga, tentu saja yang menjadi kritik Bapak sekarang mengenai penanganan pandemi Covid-19 yang dianggap bahwa pemerintah kurang cepat dan sigap. Kali ini pun Bapak keliru dan Bapak kalah cepat dan kalah sigap. Saat Bapak baru teriak ‘Lockdown,’ Pak Jokowi sudah mempelajari mitigasi pandemi virus ini ke seluruh dunia, agar tak salah menerapkan kebijakan, karena Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk hampir 270 juta jiwa yang tersebar di ribuan pulau.
Sekali lagi kehati-hatian Pak Jokowi terbukti. Negara lain berantakan dengan kebijakan lockdown dan akhirnya tetap juga ribuan nyawa melayang, lalu kekuatan ekonominya terjun bebas, hingga kelaparan dimana-mana. Coba andai saja saat lalu jangankan langsung ditetapkan lockdown, tapi PSBB saja untuk Jakarta. Apa yang akan terjadi kemudian?
Pertama kepanikan luar biasa yang berujung panic buying yang mungkin bisa mengarah pada kerusuhan. Kedua arus mudik dadakan yang tak terkontrol, sedangkan waktu itu pemerintah daerah belum ada yang siap seperti sekarang ini. Itu artinya bahwa penyebaran virus ini bisa saja langsung lebih meluas dan merata se Indonesia.
Sedangkan kebijakan yang dilakukan Pak Jokowi lebih memilih Jakarta saja yang menjadi episentrum wabah ini, karena Jakarta lebih didukung sarana dan prasarana medis yang lebih memadai ketimbang di daerah. Karenanya Pak Jokowi bukan kurang cepat, tapi lebih ke hati-hati dan harus terukur dengan mempertimbangkan sisi ekonomi negara dan keadaan ekonomi rakyatnya. Belum lagi harus berfikir rakyatnya yang pada ndableg.
Bayangkan bila negara berantakan, lalu rakyatnya mendadak kelaparan dalam jumlah yang besar, yang disalahkan tentu saja hanya satu nama, yakni Joko Widodo. Bukan mereka yang mengusulkan lockdown. Bahkan mungkin ada pihak yang menari dan berharap bisa merebut kekuasaan negeri ini. Ironis kan?
Dengan kebijakan saat ini plus stimulus dari penerbitan tiga ‘Global Bond’ berdenominasi total US$ 4,3 miliar yang memiliki tenor terpanjang yang pernah diterbitkan pemerintah, yakni 50 tahun, dapat memicu pertumbuhan ekonomi, dan itu terbukti bahwa nilai tukar rupiah dalam 2 pekan terakhir terus menguat dan dinilai paling perkasa di tengah ekonomi global yang suram akibat Covid-19. Jadi bila pekan berikutnya bisa turun di bawah 15.000, itu berarti Indonesia mencetak hatrick.
Hal ini pun kemudian ditiru oleh negara kaya seperti halnya Arab Saudi, namun dengan tenor 40 tahun, dan itu artinya bahwa dunia masih sangat percaya kepada Indonesia yang dianggap menjadi salah satu dari tiga negara yang ekonominya akan lebih stabil dibanding negara lainnya yang mengalami gempuran musuh bersama yang bernama Covid-19.
Oleh sebab itu, penulis tak perlu lagi membahas langkah pemerintah yang cepat berkoordinasi dengan pemerintah China untuk mendapat bantuan peralatan medis, lalu membangun rumah sakit khusus virus di Pulau Galang, evakuasi warga negara Indonesia yang berada di kota Wuhan Tiongkok, menyulap wisma atlet, hotel, dan gedung milik pertamina menjadi rumah sakit khusus Covid-19.
Lalu sederet kebijakan panjang untuk mengatasi pandemi ini, baik langsung, maupun melalui beberapa kementerian, dan yang terkoordinasi lewat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Juga program Bansos, PKH, Program kartu sembako, program kartu pra kerja, bantuan langsung tunai, penundaan angsuran, serta pembebasan bunga untuk KUR dan UMKM. Lalu BUMN yang memproduksi masker medis, pengadaan robot pelayan pasien, dan lain sebagainya. Yang semua itu rasanya mustahil sekali bila Bapak tidak tahu dan tidak mengikutinya.
“Pertanyaan sekarang, adakah negara lain yang menerapkan kebijakan yang sedetail ini selain Indonesia dan Tiongkok? Jawabannya tidak ada, bahkan untuk sekelas negara adi daya seperti Amerika yang korban jiwanya hingga ribuan orang. Begitu pun Italia dan Turki.”
Karenanya, menurut hemat penulis, alangkah bijaksananya bila Bapak pun bisa meneladani Presiden RI ketiga eyang Habibie yang bisa saling mengunjungi dengan Pak Jokowi yang yuniornya, lalu saling berbagi untuk kemajuan negeri ini. Jadi, kini ada baiknya bila Bapak video call bersama Pak Jokowi untuk silaturahmi, sekalian mendukung semua kebijakannya. Itulah bukti bila Bapak negarawan sejati, sekaligus politisi senior yang paham bahwa saat ini kebersamaan lebih utama dari kepentingan politik dan bisnis.
Sekali lagi maaf dan salam hormat penulis,
Wahyu Sutono