BANJIR? APA KABAR KAUM KAPITALIS SERAKAH?

Oleh: Ust. Iwan Januar

Kado tahun baru 2020 itu bernama banjir.  Guyuran air yang biasa menggenangi kawasan Jakarta saja, kini rata melanda Jabodetabek. Daerah yang kabarnya tak pernah terkena banjir kini ditenggelamkan juga. Tagar banjir pun segera menjadi salah satu trending topik di medsos, utamanya di twitterland.

Dear pembaca, banjir itu adalah cara Tuhan mengkonfirmasi dua hal; pertama kekuasaanNya, bahwa Dia yang menurunkan hujan dan memberikan kekuatan pada air untuk mengalir dan menggenangi dataran rendah. Kedua, ada kemungkaran yang dilakukan manusia hingga menyebabkan banjir akibat melawan sunnatullah yang ada di alam semesta. Okelah bila banyak orang keberatan bila banjir adalah teguran Tuhan atas dosa manusia, tapi mari lihat, dosa manusia itu luas, termasuk kebatilan dalam pengelolaan tata ruang daerah.

Mengapa batil? Karena Jakarta, juga kota-kota lain di Indonesia tidak ditata dengan semangat ri’ayah atau mengurus umat. Negeri ini, secara keseluruhan, ditata dengan spirit kapitalisme. Semangat mengeruk keuntungan dan kekayaan lalu mempersetankan hajat hidup publik seperti ruang hijau, kawasan resapan air, dsb. Bahkan dengan atas nama aneka pajak dan devisa, kepemilikan umum seperti hutan, situ/danau, pantai semua ‘dihajar’. Devisa dan PAD adalah ‘berhala’ pembangunan di tanah air. Itulah konsekuensi kapitalisme sebagai sistem ekonomi.

Karni Ilyas dalam akun twitter-nya menulis, “Kenapa bencana terjadi di Jakarta? Sering perencanaan, dikalahkan kepentingan antara pengusaha dan penguasa. Pada tahun 1970-an menurut masterplan Kota Depok disiapkan ratusan hektar tanah untuk waduk agar curah hujan bisa ditampung di situ. Nyatanya kini lahan itu jadi perumahan mewah.”

Jangan lupa, di awal periode kedua pemerintahan Jokowi sudah melemparkan wacana akan menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pemerintah beralasan penghapusan tersebut agar mempermudah usaha.

Pemerintah bahkan telah memasukkan aturan tersebut dalam skema perundangan omnibus law yang tertuang dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja yang merangkum lebih dari 70 undang-undang.

Bagi yang waras akalnya, pasti akan berpikir wacana ini berarti kian mempercepat penghancuran lingkungan. Ada AMDAL dan IMB saja lingkungan sudah demikian merana, apalagi bila keduanya dihapus.

Sebutlah kawasan Jabodetabek, hanya dalam waktu lima tahun sebanyak 56 situ telah beralih fungsi menjadi perumahan atau kawasan bisnis. Yang tersisa pun mengalami pendangkalan dan kerusakan parah karena diabaikan oleh pemda. Sedangkan luas total situ di Jabodatabek berkurang drastis yaitu 2.337,10 hektare untuk total 240 situ, sekarang menjadi hanya 1.462,78 hektare untuk 184 situ.

Padahal dengan potensi 42 danau, 13 sungai, kanal barat dan timur, serta curah hujan yang cukup besar hingga kapasitas 2 miliar kubik per tahun, seharusnya penduduk Jakarta bisa memiliki air tanah dan air bersih yang melimpah.

Padahal, banyak kawasan hijau seperti hutan kota, persawahan dan hutan mangrove di Jakarta diserobot para pengembang kelas kakap dan para konglomerat. Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menyatakan bahwa banyak kawasan resapan air di Jakarta telah beralih fungsi menjadi kawasan perumahan elit dan pusat-pusat bisnis. Ia menyebutkan kawasan Mall Taman Anggrek Slipi adalah salah satu contoh penyalahgunaan fungsi lahan dari kawasan hutan kota menjadi mall.

Nirwono menyoroti semakin terhimpitnya luas lahan terbuka hijau di ibu kota. Pada 1965 luas ruang terbuka hijau di Jakarta mencapai 37,2 persen. Kemudian pada 1985 merosot menjadi 25,8 persen. Pada 2000 luasnya makin parah yaitu tinggal 9 persen.

Beberapa perumahan mewah dan sentra bisnis telah merebut daerah resapan air bahkan persawahan. Sebut saja mall Kelapa Gading dan Kelapa Gading Square. Pantai Indah Kapuk yang awalnya kawasan hutan lindung menjadi permukiman elit Pantai Indah Kapuk, Mutiara Indah, dan Damai Indah Padang Golf.

Juga kawasan Sunter yang merupakan area resapan air menjadi permukiman elit Sunter Agung, PT Astra Komponen, Astra Daihatsu, PT Denso Indonesia, dan PT Dunia Express Trasindo.

Hutan Kota Senayan menjadi Hotel Mulia, Sultan Hotel, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Semanggi, Senayan Residence Apartment, Hotel Century Atlet, Simprug Golf, dan Plaza Senayan. Terakhir, Hutan Kota Tomang menjadi Mall Taman Anggrek dan Mediteranian Garden Residence I dan II.

Ada lebih dari 3.000 hektare (ha) kawasan yang awalnya berfungsi sebagai tangkapan air dan hutan kota, kini beralih fungsi menjadi bangunan. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010, Jakarta kehilangan 476 hek­tare (ha) ruang terbuka hijau dan 3.384 ha areal resapan air. Jika diakumulasikan, luasnya mencapai angka 4 ribu ha (RMOL.com, 18/10/2010).

Pada tahun 2009, Walhi mencatat akibat pembangunan yang mengabaikan kepentingan lingkungan ada sekitar 56 situ di kawasan Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi dan Bogor yang hilang (tempo.co, 28/3/2009). Sementara itu 80 persen situ yang ada justru mengalami kerusakan. Hilangnya beberapa situ diakibatkan alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan kawasan bisnis. Padahal situ atau danau secara alami berguna sebagai penampung air di kala hujan.

Baru saja, Bupati Bandung Barat Aa Umbara, mencak-mencak karena kawasan underpass Bandung Barat terendam banjir hingga tak bisa dilalui kendaraan. Dugaan banjir ini dampak pembangunan jalur kereta supercepat Jakarta-Bandung.

Hujan semestinya menjadi berkah. Tapi bila pembangunan yang ada minus spirit ri’ayah, diganti dengan jiwa serakah, maka berkah berubah menjadi musibah. Para pengusaha dan penguasa mungkin bergembira manakala keuntungan, PAD dan devisa berlimpah. Tapi di ujung kegembiraan itu ada lorong bencana menanti. Sebagaimana sudah Allah peringatkan jauh-jauh hari:

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.(QS. al-An’am: 44)

Maka program penanggulangan banjir apapun, termasuk rencana pembangunan deep tunnel tidak akan menyelesaikan persoalan. Karena big and essential problem-nya bukanlah pada tata ruang wilayah, akan tetapi pada ideologi yang dianut oleh seluruh penguasa negeri ini di daerah maupun pusat. Persoalan banjir di ibu kota  — dan wilayah manapun – akan terus terjadi bila negara selalu kalah apalagi mengalah pada kaum kapitalis dalam membangun negeri. Negeri dan hajat hidup publik pun tergadaikan.

https://www.iwanjanuar.com/banjir-apa-kabar-kaum-kapitalis-serakah/?

#IslamKaffah
#SolusiNegeri

*Jakarta sedang “membayar” pilihan politiknya*

Tulisan Dr. Harris Turino
Dosen Pascasarjana FEB UI

Ketika Jokowi dan kemudian Ahok mulai menata aliran sungai, memperlebar bantaran sungai, membuat sodetan, membangun benteng raksasa, dan melakukan reklamasi di Jakarta, banyak orang yang protes dan berkata, “si Kafir menggusur penduduk asli demi menyediakan lahan bagi 10 juta China yang akan didatangkan dari Tiongkok.”

Ketika Ahok membentuk pasukan kuning, oranye, hijau, ungu, biru banyak orang mencibir dengan mengatakan, “Ini penghamburan dana APBD.”

Siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dari kerja-kerja Gubernur saat itu? Jelas RAKYAT KECIL. Memang mereka dipindahkan dari bantaran kali ke rumah susun, tetapi sekaligus diberi sekolah gratis, transportasi gratis dan pengobatan gratis.

Dan sekarang ketika normalisasi sungai dihentikan dan air hanya “diajak bicara dengan santun” dan semua pasukan warna warni dibubarkan, sehingga banjir besar melanda Jakarta, siapa yang paling dirugikan? Kembali lagi ORANG KECIL.

Buat kalangan menengah, apalagi atas, mereka ndak perlu pendidikan gratis, kesehatan gratis, angkutan gratis. Kalaupun kebanjiran, itu hanya kerepotan sedikit dalam membersihkan rumah seusai banjir. Selama banjir mereka dengan mudah pindah sementara ke hotel-hotel yang nyaman sambil menonton berita banjir di mana-mana.

Tapi rakyat kecil? Rakyat yang tinggal di bantaran kali? Rakyat yang rumahnya sangat sederhana dan hanya 1 lantai? Mereka tak punya pilihan. Mereka harus berbasah ria dan bahkan harus makan di dapur-dapur umum yang disediakan. Hampir seluruh “barang berharga” mereka rusak terendam banjir.

Inikah yang dinamakan keberpihakan? Kelihatannya warga Jakarta sedang “membayar” pilihan politiknya.

Semoga kita masih cukup waras untuk tidak memberikan kesempatan kepada Wan Abud untuk menjadi “pemimpin Indonesia” di 2024. Cukup sudah pembelajaran mahal di Jakarta.

*Normalisasi vs Naturalisasi*

Karena bingung dengan arti kata dari istilah “naturalisasi” vs “normalisasi” yang lagi tren di Jakarta dalam 2 hari terakhir, saya iseng bertanya kepada para mahasiswa saya di PDIL Unika Soegijapranata angkatan 2019 via WA grup. Berikut pertanyaannya:

“Mhn pencerahan makna dari “normalisasi” vs “naturalisasi” dari sisi lingkungan…. Saya masih bingung dengan makna dua kata ini, hehehe….”

Mahasiswa A yang adalah seorang konsultan bisnis menjawab:
“Normalisasi berarti kondisi terakhir tdk normal…. Dibuat normal… Naturalisasi kondisi terakhir tdk natural… Pengerukan, pembersihan sungai, langkah-langkah buatan TDK natural … Jadi Naturalisasi berarti pembiaran yg biasa terjadi… Biasa nyampah di sungai ya dibiarkan… Sedimentasi sungai ya dibiarkan…. Makanya kalo banjir besar yah krn naturalisasi…😁😁😁🙏🌿🤦🏻‍♂”

Mahasiswa B yang adalah seorang filsuf dan pegiat sosial antaragama menjawab:
“Hasil *naturalisasi* banjir hebat di DKI di awal 2020; hasil *normalisasi* BKB n BKT di Semarang tidak banjir, meski berdampak pada warga Tambakrejo, namun syukurlah normalisasi masih mengedepankan aspek human ecology 😀🙏”

Jawaban dari 2 mahasiswa saya di atas, meski agak satire, tapi cukup menghibur. Jawaban itu barangkali mewakili pemikiran dari banyak orang dalam merespon realitas banjir di DKI Jakarta saat ini.

Sebagai Kota Langganan Banjir (“Semarang Kotanya Banjir”), dalam 3 hari terakhir Kota Semarang seharusnya mengalami nasib buruk serupa dengan DKI Jakarta krn diguyur hujan deras. Tapi, beberapa daerah yang biasanya langganan banjir, terbebas sudah dari gempuran banjir.

Penyebabnya, dalam 3 tahun terakhir, Wali Kota Semarang, Hendi Hendar Priadi (saya biasa memanggilnya mas Hendi krn tahun 1990an Ia menjadi mahasiswa kami di FE Unika Soegijapranata) dan jajaran Pemerintah Kota Semarang genjar melakukan “normalisasi” sungai-sungai, selokan-selokan dan pesisir pantai, serta penataan kota. Konon, mereka belajar dari Belanda. Hasilnya, mulai dirasakan warga Kota Semarang.

Sementara di DKI Jakarta, sejak tahun 2017 pak Gubernur Anies Baswedan mengganti konsep “nomalisasi” sungai/kali dari era pemerintahan Jokowi dan Ahok (2012-2017), dengan konsep baru yaitu “naturalisasi”.
Anies menjelaskan makna “naturalisasi” yaitu “air yang jatuh langit mesti diendapkan/dimasukkan ke dalam tanah, bukan dialirkan ke laut via sungai-sungai dan gorong-gorong besar…..”.

Untuk.mewujudkan konsepnya itu, Anies menghentikan sejumlah sejumlah proyek “normalisasi” warisan Ahok. Dana APBD untuk “normalisasi” juga dipakas. Berbagai upaya untuk mewujudkan konsep “naturalisasi” dilakukan Anies dan teamnya dalam 3 tahun terakhir. Anies menjanjikan bahwa hasil nyata dari implementasi konsep “naturalisasi” akan terlihat pada akhir tahun 2019.

Hasilnya, ternyata malah banjir yang luarbiasa yang menggenangi sebagian besar wilayah DKI Jakarta pada akhir 2019 dan awal 2020. Sangat mungkin, apabila prediksi dari BMKG tepat, maka banjir dengan ekskalasi yang jauh besar dan membahayakan kehidupan masyarakat akan terjadi lagi di DKI Jakarta pada Pebruari dan Maret 2020 karena merupakan puncaknya.

Kembali ke “normalisasi”

Apa kesalahan Anies sebagai gubernur (pemimpin) berkenaan dengan bencana banjir di DKI?
Jawabnya, Anies terlalu memaksakan kehendak politiknya untuk menerapkan konsep “naturalisasi” dalam mengelola manajemen lingkungan dan banjir di DKI. Konsep itu belum teruji efektivitas hasilnya secara empiris, tapi justru dipaksakan dengan narasi kata-kata yang indah. Akibatnya, fatal dan menyengsarakan rakyat banyak.

Selain itu, Anies juga lupa (mungkin lupa) bahwa masalah banjir di Jakarta selama ratusan tahun hingga kini, bukan semata-mata terjadi akibat hujan di Jakarta. Tapi lebih banyak disebabkan oleh banjir kiriman dari wilayah-wilayah yang mengitari DKI Jakarta dgn volume yang sangat besar. Banjir kiriman itu hanya bisa dikendalikan dengan pendekatan “normalisasi” kali/sungai dan gorong2 yang terus menerus dan pengelolaan lingkungan yang baik dan efektif. Pendekatan naturalisasi dinilai sangat tidak efektif dan sangat berbahaya bagi daerah-daerah seperti DKI Jakarta, Semarang dan Kota Surabaya.

Karena itu, mumpung belum terlambat dan parah bangat serta mengancam kelangsungan hidup warga DKI Jakarta yang lebih serius, Gubernur Anies tak usah malu mengakui kegagalan “Konsep Naturalisasi” dalam implementasinya. Konsep itu lebih baik segera ditinggalkan.karena terbukti gagal dan fatal risikonya.

Pak Anies sebaiknya segera melanjutkan kembali realisasi konsep “Normalisasi” yang sudah diusung dan dirumuskan Jokowi-Ahok dan Ahok-Jarot karena hasilnya sebenarnya terlihat mulai efektif pada tahun 2017-2018. Demi keberlanjutan hidup warga DKI dan kehormatan Ibu Kota Negara, pak Anies tak usah malu mengajak Presiden Jokowi dan Ahok untuk berdiskusi mencari solusi terbaik mengatasi masalah kronis banjir DKI Jakarta.

Dan, pak Anies jangan malu juga belajar dari pak Hendi (Walikota Semarang) dan bu Risma (Walikota Surabaya) tentang kiat-kiat mereka bisa mengatasi masalah banjir di kota mereka masing-masing…..
(Andreas Lako – dosen Unika Soegijapranata Semarang)

BANJIR : FAKTOR PENYEBAB, AKIBAT DAN MITIGASI https://www.formatnews.id/2020/01/03/banjir-faktor-penyebab-akibat-dan-mitigasi/

17 thoughts on “

  1. Good post. I learn something new and challenging on blogs I stumbleupon every day.
    It’s always exciting to read content from other writers
    and practice a little something from their web
    sites.

  2. I got this website from my pal who shared with me about this
    website and at the moment this time I am visiting this site and reading very informative articles at this place.

  3. It’s hard to find educated people for this topic, but
    you sound like you know what you’re talking about! Thanks

  4. Wow that was odd. I just wrote an really long comment but after I
    clicked submit my comment didn’t appear. Grrrr…

    well I’m not writing all that over again. Anyhow, just wanted to say great blog!

  5. Hey I am so delighted I found your web site, I really
    found you by accident, while I was looking on Digg for something else, Anyways I am here
    now and would just like to say thanks for a incredible post and a all round entertaining blog (I
    also love the theme/design), I don’t have time to browse it all
    at the minute but I have book-marked it and also included your RSS feeds,
    so when I have time I will be back to read a lot more, Please do keep up the
    great work.

  6. Thanks a lot for sharing this with all folks you actually know what
    you are speaking approximately! Bookmarked. Please also consult with my web site =).
    We could have a link change agreement among us

  7. I’m gone to convey my little brother, that he should also go to see this webpage on regular basis to get updated from newest reports.

  8. I’m really enjoying the design and layout of your website.
    It’s a very easy on the eyes which makes it much more pleasant for me to come here and visit
    more often. Did you hire out a designer to create your theme?
    Superb work!

  9. Great article! This is the type of info that are supposed to be shared around the web.
    Disgrace on the seek engines for no longer positioning this submit higher!
    Come on over and discuss with my website . Thanks =)

  10. Hey there! I’ve been reading your website for a while now
    and finally got the bravery to go ahead and give you a shout out from New Caney Tx!
    Just wanted to say keep up the great job!

  11. Somebody necessarily help to make seriously articles I might state.
    That is the first time I frequented your website page and so far?
    I amazed with the research you made to create this particular post incredible.
    Excellent job!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *