“Tujuan sosialisasi ini adalah sebagai salah satu media untuk meningkatkan pemahaman sekaligus pembekalan persuasif untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi oleh Penyelenggara Negara dan masyarakat dalam rangka mewujudkan Pemerintahan yang baik dan bersih” demikian Inspektur Kabupaten Samosir Drs.Poster Simbolon dalam laporannya pada Pembukaan Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dan Bimbingan Teknis Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Samosir di Hotel Sopo Toba Unjur Samosir.
Sosialisasi yang berlangsung hari Kamis-Jumat 18-19 Des 2014, menghadirkan narasumber dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Wakapolres Samosir Kompol Suyadi SH, MH dan Kepala Kejaksaan Negeri Pangururan Edward Malau SH, MHum, diikuti peserta Pejabat Eselon II dan III (SKPD) dan Anggota DPRD Kab.Samosir periode 2014-2019 dan moderator Prof.Mahidin Gultom dari Fakultas Hukum Universitas Katolik St.Thomas Medan, dibuka resmi oleh Wakil Bupati Samosir Drs.Rapidin Simbolon, MM pada Jumat 18/12.
Wakil Bupati Samosir dalam sambutannya mengatakan “bahwa korupsi sudah meluas dan sistematis, padahal sejak tahun 1999 Pemerintah sudah menerbitkan 48 (empat puluh delapan) Peraturan seperti Undang-undang, Inpres, Perpres dan Keputusan KPK seluruhnya untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi”. Lebih lanjut kepada peserta Sosialisasi Drs.Rapidin Simbolon menegaskan bahwa korupsi bukanlah masalah penegak hukum akan tetapi masalah bangsa, publik menyebut korupsi sudah membudaya. “Karenanya kita sangat mendukung adanya program Presiden Jokowi yang mencanangkan Revolusi Mental dan Gerakan Bersih terutama kepada kita Penyelenggara Negara (PNS) sehingga nantinya generasi muda kita tidak akan terimbas untuk melakukan korupsi” tegas Rapidin. Di akhir sambutannya, Rapidin Simbolon mengajukan pertanyaan “ mampukah kita bersikap jujur, anti korupsi yang di mulai dari diri kita sendiri, isteri dan anak-anak?, mari kita tunjukkan melalui pengisian LHKPN masing-masing PNS dan Anggota DPRD sebagai Penyelenggara Negara”.
Alfi Rahman Waluyo, staf Direktorat Diklat KPK memaparkan berbagai masalah yang ditimbulkan tindakan Koruptif terhadap kehidupan masyarakat Indonesia antara lain penduduk yang masih miskin, anak-anak yang kurang gizi, warga yang tuna wisma, anak-anak yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, hutang Negara hingga 3.000 triliun. Waluyo staf KPK yang spesialis kampanye dan sosialisasi ini menyampaikan paparannya dalam bentuk power point dan pemutaran film tentang peristiwa-kejadian dan tindakan korupsi oleh penyelenggara Negara.
Selanjutnya Dr.Wawan Wardian, dari Direktorat Pencegahan KPK membahas tentang latar belakang korupsi, berbagai peraturan terkait korupsi serta hak-wewenang penegak hukum berkaitan dengan masalah korupsi terutama kewenangan KPK sesuai UU No.30 tahun 2002. Dr.Wawan juga menjelaskan kewajiban penyelenggara Negara/PNS untuk menyampaikan laporan harga kekayaannya sesuai UU No.28 tahun 1999 pasal 5 ayat(2) dan ayat(3) yang dituangkan ke dalam formulir A dan formulir B LHKPN. Setiap penyelenggara Negara wajib mengisi dan melaporkan harta kekayaan yang dimiliki yaitu harga pribadi, harta pasangan (suami/isteri), harta milik anak yang masih dalam tanggungan dan harta lain (atas nama) dengan menyebutkan asal usul harta kekayaan tersebut baik yang berasal dari hasil sendiri, warisan, hibah/hadiah dan kumulatifnya.
Yang menarik dalam diskusi dengan peserta adalah perihal gratifikasi. Dr.Wawan secara gamblang dan jelas menyatakan bahwa gratifikasi adalah semua pemberian dalam arti luas yang berkaitan dengan jabatan, maka objek gratifikasi adalah Penerima yang berstatus sebagai pejabat/penyelenggara Negara. “ Dalam hal ini Penyelenggara Negara sebagai penerima berkewajiban untuk melaporkannya kepada KPK dalam jangka 30 hari setelah diterima, bila tidak dilaporkan dianggap sebagai suap” tegas Wawan Wardian.
Peserta sosialisasi menyampaikan bahwa kejadian pemberian seseorang atau kelompok masyarakat dalam adat ketimuran lazim ditemukan di daerah, pemberian itu sebagai penghormatan, cendera mata, souvenir; misalnya dalam adat Batak bahwa setiap tamu yang dihormati datang berkunjung ke daerah (Samosir dikenal sebagai daerah tujuan wisata) akan diberikan Ulos (kain tenunan) sebagai lambang penghormatan dan persaudaraan, apakah dianggap sebagai gratifikasi?
Dr.Wawan menjelaskan bahwa semua pemberian yang diterima oleh penyelenggara Negara, tanpa melihat nilai dan harga, dikategorikan sebagai gratifikasi dan harus dilaporkan ke KPK yang kemudian oleh KPK akan dikaji sesuai dengan situasi-kondisi, aturan yang berlaku dan hubungan sebab akibatnya. KPK akan menetapkan apakah pemberian itu gratifikasi atau tidak. “Langkah yang terbaik yang bisa dilakukan adalah menolak gratifikasi tersebut secara baik sehingga tidak menyinggung perasaan pemberi” tegas Dr.Wawan.
Pada sesi berikutnya Tim KPK memberikan bimbingan teknis pengisian formulir dan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang dapat diunduh dari website www.kpk.go.id, sementara untuk penyampaian pengaduan dapat diemail ke : pengaduan@kpk.go.id, menyangkut penjelasan tentang gratifikasi melalui informasi@kpk.go.id. “Silahkan Pemerintah Daerah mengundang KPK untuk sosialisasi mengenai Pengendalian dan Pencegahan Gratifikasi (PPG), kami siap untuk datang ke Samosir” himbau Dr.Wawan Wardian di akhir paparannya.
Bimbingan Teknis Pengisian LHKPN hanya diikuti oleh Pejabat Eselon II dan III Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir, karena pada hari kedua tgl. 19/12, Anggota DPRD Samosir sedang mengikuti bimbingan teknis di Medan. Mengingat bahwa LHKPN harus disampaikan minimal 1 x 2 tahun oleh Pejabat/penyelenggara Negara. Laporan disampaikan pada awal, sedang berlangsung dan akhir jabatan (mutasi, promosi) ke KPK, maka diharapkan Anggota DPRD dapat menyampaikan laporannya atas dampingan Eksekutif.