MENYOAL PROVOKASI DARI JAKARTA ITU

Saya membaca berita Batak Pos.com  tadi malam. Isinya adalah Bupati Tobasa  Darwin Siagian  di acara peresmian GKPI Ombur, Kecamatan Silaen, Tobasa  mengatakan bahwa banyak Orang Batak pintar jadi Jakarta provokasi untuk menghambat pembangunan BPODT.

Setelah saya baca,  saya bertanya apakah berita itu benar?.  Saya  percaya dengan  berita Batak Pos karena itu saya menanggapinya.

Pertanyaannya adala siapa   saja yang melakukan provokasi dan apa yang dilakukan sehingga disebut provokasi yang  yang menghambat pembangunan BPODT?.

Supaya diskusi kita bermutu saya identifikasi siapa saja   komunitas dan personal yang kritis terhadap BPODT.

Secara lembaga, kita mengenal  lembaga yang kritis dan kontinu bicara Danau Toba adalah Yayasan Perhimpunan Pecinta Danau Toba (YPDT) yang dipimpin Maruap Siahaan. Maruap Siahaan adalah kader almarhum Prof. Midian Sirait pendiri YPDT.  Beberapa waktu lalu YPDT bersama  6 lembaga komunitas Batak menyuarakan  agar pembangunan kawasan Danau Toba  berbasis adat dan budaya.  Pembangunan harus berbasis kearifan lokal.  Poin-poin suara mereka secara tegas dan jelas untuk kesinambungan hidup masyarakat dan lingkungan.

Lembaga itu adalah  YPDT, Forum Peduli  Bona  Pasogiit (FPBP),  Naposo Batak Jabodetabek (Nabaja),  Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI),  Batak Centre (BC),  Forum Bangso Batak Indonesia (FBBI).  Identifikasi  saya, lembaga inilah yang kritis soal kawasan  Danau Toba, khususnya kehadiran BPODT.

Catatan kritis lembaga tegas dan jelas, pembangunan yang berkelanjutan. Melestarikan budaya dan lingkungan.

Lalu, mengapa disebut provokasi yang menghambat?. Atau, masih adakah orang atau lembaga lain yang menghambat BPODT?.   Darwin Siagian harus menjelaskan agar  diskusi kita mengerucut dan kita menemukan solusi.  Sikap Darwin Sigian seperti  inilah salah satu masalah yang termat serius.   Itulah sebabnya, saya bicara agar Bupati  harus memiliki kapasitas dan kerendahan hati untuk memimpin.

Saya selaku yang tinggal di Tangerang selama sebulan saya fokus  masalah Sigapiton. Saya  bersama rakyat Sigapiton. Saya melihat secara dekat. Mendalami suasana hati rakyat Sigapiton.  Saya mendengar juga secara langsung Bupati Tobasa menolak pendamping seperti dari KSPPM?.  Apa yang ditakutkan dari KSPPM selaku pendamping?.  Tugas KSPPM didirikan memang untuk mendampingi yang lemah.

Persoalan BPODT dengan rakyat di kawasan  Danau Toba sangat sederhana. BPODT melakukan pendekatan kekuasaan.  BPODT bermodal kekuasaan.  Tanah rakyat yang ratusan tahun dimiliki diambil BPODT dengan cara kekuasaan. Itu saja kan?. Atas nama  proyek  strategis harus jalan. Pemaksaan  dengan cara kekuasaan.

Padahal model pendekatan  pembangunan pariwisata sudah sangat banyak.  Kita mengenal ekowisata.  Ekowisata yang mengintegrasikan budaya, masyarakat lokal dan semua komponen  wisata.   Kita mengenal konsep Taman Wisata Alam yang hanya memanfaatkan fungsi alam untuk kegembiraan.

Konsep BPODT itu apa?. Dokumen lingkunan disembunyikan?.  BPODT tidak transparan dan tidak mau dialog. BPODT sor sendiri dengan modal kekuasaan itu.

 Penyair terkemuka Sitor Situmorang dalam buku  pemikiran tentang  Batak tahun 1986 yang diterbitkan   Univ HKBP Nommensen  dalam perayaan Jubileum 125 tahun HKBP  menuliskan bahwa menegakkan diri sebagai Subyek Pembangunan berarti, misalnya untuk pariwisata :
1. Mengembangkan pariwisata yang betul-betul menguntungkan secara ekonomi.
2. Menjamin bahwa pertemuan antara tuan rumah  dan pendatang memberi hasil positip dibidang salaing pengertian dan harga menghargai.
3. Menjamin bahwa warisan kebudayaan kita sebagai obyek wisata cukup disadari nilainya sebagai cermin  identitas kita, cukup dikenal oleh kita sendiri.

Sitor Situmorang menagatakan bahwa harus ada jaminan.  Sejatinya jaminan itu ada dalam dokumen lingkungan.  Dokumen lingkunangan yang sejatinya bebas dibaca oleh siapa saja pun tidak kelihatan.

Lagi pula, masyarakat kawasan Danau Toba itu memiliki kecerdasan karena memiliki adat-istiadat. Suryati Simanjuntak mengatakan bahwa penghinaan kepada masyakat adat jika dianggap mereka bisa diprovokasi.  Masyarakat adat itu cerdas hanya tak mampu melawan kekuasaan.

Menghindari polemik Darwin  Siagian sebaiknya memberikan klarifikasi siapa saja dan apa yamg dilakukan untuk provokasi sehingga dianggap menghambat pembangunan.

Dengan demikian dialog kita makin bermutu dalam rangka menyelamatkan kawasan Danau Toba.

Gurgur Manurung  tinggal di Tangerang, pengamat sosial dan lingkungan.

13 thoughts on “

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *