https://suaratani.com/news/editorial/soal-wisata-halal-danau-toba-sebegitu-sulitkah-memahami-kebijakan-normatif-pak-gubernur

Soal Wisata Halal Danau Toba, Sebegitu Sulitkah Memahami Kebijakan Normatif Pak Gubernur?

SuaraTani.com – Medan| Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi membantah pernah menyebutkan akan menerapkan Wisata Halal di Danau Toba. Kepala Dinas Pariwisata dan satu orang anggota DPD yang sudah sempat sosialisasi, belakangan ikut mengklarifikasi.
Sebagai jurnalis ekonomi, sebenarnya relatif mudah menangkap sinyal kebijakan normatif dari seorang Presiden, Gubernur, Menteri atau Pemimpin Perusahaan dari isi pidato, kampanye atau jawaban yang diberikan ketika diwawancara.
Contohnya, menjelang Rapat Gubernur Bank Indonesia, jika Gubernur bank sentral Perry Warjiyo mengatakan kebijakan moneter akan diprioritaskan mendorong pertumbuhan ekonomi, maka kemungkinan besar pernyataan itu akan diikuti dengan tindakan menurunkan suku bunga acuan.
Biasanya jurnalis akan memilih judul “Bank Sentral Berikan Sinyal Turunkan Suku Bunga”, meskipun Gubernur BI tidak sedikitpun menyebutkan kalimat ini.
Ini karena logika yang digunakan adalah logika dari teori ekonomi. Logikanya, setelah suku bunga acuan simpanan dari bank sentral turun, maka perbankan diharapkan ikut menurunkan bunga kreditnya.
Dengan demikian biaya investasi kian murah, sehingga aktivitas ekonomi meningkat. Bunga simpanan murah juga akan mendorong rumah tangga menambah belanja.
Contoh kebijakan normatif lain adalah cuitan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di akun twitternya mengatakan akan memproteksi perdagangan.
Meski masih mengutip cuitan Trump, sebelum ada kebijakan teknis, biasanya dinilai wajar saja jika wartawan, menulis judul “Trump Beri Sinyal Kuat Batasi Impor”.
Soalnya, tidak berapa lama, dipastikan akan terbit kebijakan AS mengurangi impor yang diberlakukan oleh para menterinya.
Bentuk kebijakan teknisnya bermacan-macam, bisa meningkatkan insentif bagi penggunaan produk dalam negeri, sampai meningkatkan bea masuk produk dari luar negeri, yang memicu perang dagang dengan China saat ini.
Kesimpulannya, biasanya kebijakan normatif, yaitu gagasan dan pikiran yang disampaikan Pemimpin, akan disusul dengan kebijakan yang sejalan dengan pejabat teknisnya.
Namun, kondisi yang berbeda terjadi dan menjadi polemik di Sumatera Utara dalam dua pekan terakhir, yaitu penerapan Wisata Halal Danau Toba.
Polemik ini berawal ketika Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi diwawancarai oleh sejumlah wartawan, Kamis (22/9/2019), mengenai Danau Toba yang ditetapkan sebagai destinasi wisata super prioritas nasional.
Pada kesempatan itu, dia mengatakan dua hal utama yang perlu diperhatikan mengenai wisata Danau Toba. Pertama, negara asal wisatawan terbesar. Kedua, infrastruktur.
Wisatawan asing asal Malaysia dan Brunei yang beragama muslim membutuhkan fasilitas pendukung, seperti makanan dan tempat ibadah. Dia juga menyinggung soal pemotongan babi di tempat umum.
“Tidak kalian bikin di sana mesjid, tak datang dia (wisman) itu. Sempat potong-potong babi di luar, sekali datang besok tak datang lagi itu,” jelas Edy pada kesempatan itu, seperti dikutip dari medanbisnisdaily, Kamis (22/8/2019).
Kalimat inilah yang kemungkinan besar menjadi kunci yang diasumsikan atau dipahami wartawan menjadi sebuah kebijakan normatif untuk menerapkan konsep Wisata Halal di Danau Toba.
Muncullah berita di berbagai media massa di Medan, yang rata-rata judulnya “Gubernur Sumut Akan Terapkan Wisata Halal Danau Toba, Pemotongan Babi Akan Ditertibkan”.
Begitu berita ditayangkan, langsung menuai penolakan dan gelombang protes dari warga Batak, baik yang berdomisili di Danau Toba, maupun yang tidak, bahkan yang sudah lama bermukim di luar negeri, ikut-ikutan nimbrung.
Kecaman, perdebatan dan retorika ramai di media sosial, bahkan berpotensi memicu perpecahan SARA. Aksi unjuk rasa digelar di Depan Kantor Gubernur.
Mereka menolak diberikan label Wisata Halal di Danau Toba. Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) halal berarti makanan dan prilaku dipisahkan sesuai dengan syariat Islam.
Sosialisasi Wisata Halal
Para jurnalis di Medan masih meyakini bahwa asumsi terhadap pernyataan Gubernur soal Wisata Halal Danau Toba sama. Jika asumsinya salah, fatal bagi tugas media.
Untungnya bagi wartawan, tanggal 31 Agustus 2019, digelar temu pres di Ruang Pers, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro, Nomor 30, Medan.
Acara itu menghadirkan Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemprov Sumut, M Fitriyus dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Ria Novida Telaumbanua.
Keterangan yang disampaikan semua mengenai konsep Wisata Halal, antara lain menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan bagi wisatawan muslim, tidak akan menghilangkan budaya masyarakat di Danau Toba, serta pemaparan lain.
Intinya pertemuan itu justeru lebih bersifat sosialisasi Wisata Halal Danau Toba. Bukan bantahan soal adanya rencana menerapkan konsep Wisata Halal di Danau Toba.
Temu pers ini, menjadi bukti yang lebih kuat bagi wartawan, bahwa asumsinya terhadap pernyataan Gubernur sebelumnya tepat karena para bawahan sudah mulai mensosialisasikannya ke masyarakat melalui media massa.
Tidak sampai di situ, Senin (2/9/2019), Aliansi Mahasiswa Peduli Danau Toba menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut. Mereka menuntut klarifikasi mengenai konsep Wisata Halal Danau Toba.
Para demonstran diterima oleh Kepala Sub Bagian Hubungan Antar Lembaga Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut Salman, Kepala Bidang Bina Sejarah/Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Unggul Sitanggang, dan Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran & Kerusakan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Mariduk Sitorus.
Pada kesempatan itu, Kepala Bidang Bina Pemasaran Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Muchlis juga tidak tegas membantah bahwa Danau Toba tidak akan diberlakukan Wisata Halal.
Dia kembali memaparkan konsep Wisata Halal kepada pengunjuk rasa, termasuk contoh-contoh negara yang telah menerapkannya.
Pada hari yang sama, setelah aksi unjuk rasa itu, Humas Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melayangkan siaran pers kepada wartawan.
Isinya mengutip pernyataan Anggota DPD asal Sumut, Parlindungan Purba yang mendukung penerapan Wisata Halal Danau Toba.
Bahkan dalam siaran pers itu, Parlindungan menghimbau masyarakat di kawasan Danau Toba tidak perlu resah dan khawatir, tentang adanya konsep wisata halal di Danau Toba.
Aksi Protes Makin Besar
Berita-berita yang disiarkan dari hasil temu pers dan siaran pers ini menyebabkan aksi protes semakin memanas. Gelombang kecaman di media sosial semakin besar.
Sariaman Pakpahan seorang warga Tarutung, Tapanuli Utara, Sumut, menggagas petisi di change.org “Tolak Wisata Halal Danau Toba” dan sudah mendapat dukungan 16.000 orang tidak sampai dua hari.
Tidak hanya dari masyarakat, penolakan juga muncul dari Pemerintah Kabupaten di sekitar Danau Toba, seperti Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan Bupati Tapanuli Utara Nikson.
Yayasan Alusi Tao Toba bersiap menggelar Festival Babi Danau Toba 1.0 tanggal 25-26 Oktober 2019 untuk menegaskan budaya dan keindahan alam adalah daya jual utama dari sektor pariwisata yang harus dipertahankan.
Alasan penolakan mereka terbagi dua, yaitu tidak bersedia dilabelkan halal, serta menolak dikatakan sebagai kawasan wisata yang tidak ramah terhadap umat muslim.
Mereka menilai Danau Toba bukanlah kawasan terpencil, hotel-hotel mulai melati hinga berbintang ada di sana sudah bersih dan nyaman, ditambah pemahaman pengelola penginapan soal kiblat untuk sholat.
Rumah makan muslim juga bertebaran, mulai dari rumah makan padang yang relatif mewah yang menyediakan mushola hingga sekelas warteg.
Masjid juga sudah banyak tersedia, bahkan di pintu masuk terbesar ke Danau Toba, yaitu di Kota Parapat, berdiri Masjid Raya Taqwa Parapat, yang gedungnya jauh lebih besar dan megah dibandingkan rata-rata gereja di kawasan mayoritas umat Kristen itu.
Wisatawan dan pemeluk agama lain, juga dapat beribadah dengan nyaman tidak pernah ada gangguan.
Gubernur Membantah
Nah, berarti sudah ada tiga kelompok yang memiliki persepsi yang sama terhadap pernyataan Gubernur Sumatera Utara soal akan diterapkannya Wisata Halal Danau Toba dari hasil wawancara dengan jurnalis pada bulan lalu.
Kelompok pertama, wartawan. Kedua, pejabat Pemprov Sumut yang sudah mengarah kepada kebijakan teknis, yaitu sosialisasi kepada masyarakat. Ketiga, satu orang anggota DPD perwakilan Sumut.
Yang mengejutkan, pada Kamis (4/9/2019) di Gedung DPRD Sumut, Edy Rahmayadi membantah jika dirinya pernah mengatakan Danau Toba akan dijadikan kawasan Wisata Halal.
Selain membantah polemik yang beredar, dia juga menegaskan bahwa informasi yang menyatakan dirinya akan mengubah Danau Toba menjadi Wisata Syariah adalah hoaks alias berita bohong.
Selaku Gubernur, Dia mengatakan sangat menyadari, masyarakat Sumut beragam, ada kabupaten/kota yang masyarakatnya mayoritas Muslim, ada pula yang mayoritas Nasrani.
“Apa pernah anda dengar saya bilang mau membuat Danau Toba syariah?” tanya Gubernur Edy Rahmayadi kepada wartawan.
Bantahan yang sama juga disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Sumut, Ria Novida Telaumbanu pada hari yang sama, padahal sebelumnya dia sempat menggelar temu pers memaparkan mengapa perlu Wisata Halal Danau Toba.
“Saya rasa Pak Gubernur tidak pernah menggagas atau menyampaikan pelaksanaan wisata halal,” jelas Ria Telaumbanua, di Lapangan Orurusa Telukdalam, Nias Selatan, Rabu (4/9/2019) malam, seperti dikutip dari medanbisnisdaily.com.
Wah! Dari klarifikasi Kepala Dinas menunjukkan sinyal Sosialisasi Wisata Halal dua kali itu (temu pers khusus dan menerima demonstran), bukan karena Gubernur akan menerapkan konsep Wisata Halal di Danau Toba.
Saya lebih memilih menggunakan kata “menunjukkan sinyal” untuk pernyataan yang membingungkan, karena saya tidak memastikan kebenarannya.
SuaraTani memang tidak ikut memberitakan berita awal itu alias kebobolan, baru aktif memberitakan dari temu pers sosialisasi yang diceritakan di atas tadi.
Kalau boleh memberikan masukan, jika tidak ada klarifikasi langsung dari makna ucapannya, sebenarnya lebih pas judulnya “Gubernur Sumut Berikan Sinyal Akan Terapkan Wisata Halal Danau Toba, Pemotongan Babi Akan Ditertibkan”.
Masih ada satu bantahan lagi. Selanjutnya pada malam yang sama setelah bantahan Gubernur dan klarifikasi Kepala Dinas Pariwisata, Humas Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melayangkan lagi siaran pers kepada media, termasuk SuaraTani.
Isinya singkat, hanya tiga paragraf, yaitu bantahan anggota DPD RI asal Sumatera Utara Parlindungan Purba, atas anjurannya kepada warga agar menerima Wisata Halal Danau Toba, dalam siaran pers sebelumnya.
“Pernyataannya sebelumnya tentang wisata halal di kawasan pariwisata Danau Toba jangan diartikan sebagai usaha untuk menerapkan aturan wisata halal di kawasan pariwisata Danau Toba,” jelasnya, seperti dikutup dari siaran pers itu.
Kali ini dia mengajak semua pihak untuk bersama-sama membangun pariwisata berstandar internasional di kawasan Danau Toba.
Ah! sebegitu sulitkah memahami kebijakan normatif Pak Gubernur? *(Erna Sari Ulina Girsang/Pemimpin Redaksi)

Tolak Wisata Halal, Aliansi Mahasiswa Peduli Danau Toba Gelar Unjuk Rasa ke Kantor Gubernur Sumut

SuaraTani.com – Medan| Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Danau Toba menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro, Medan, Sumatera Utara, Senin (2/9/2019).
Demonstran menolak wisata halal Danau Toba dan meminta Pemprov Sumut menjelaskan tentang konsep wisata halal di Danau Toba, sehingga tidak menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Pengunjuk rasa diterima oleh sejumlah jajaran Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan memberikan kesempatan menyampaikan aspirasi mereka di Press Room, Kantor Gubernur.
“Kami minta klarifikasi tentang maksud wisata halal di Danau Toba itu,” ujar salah satu pengunjuk rasa Rico Nainggolan.
Menjawab pertanyaan ini, Kepala Bidang Bina Pemasaran Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Muchlis, mengatakan wisata halal yang dimaksud Pemprov Sumut adalah menyediakan fasilitas pendukung bagi wisatawan, termasuk muslim yang datang ke kawasan Danau Toba.
Dia menilai wisata halal dan kearifan lokal bisa berjalan berdampingan tanpa saling menghilangkan atau bersaing.
“Tidak kita larang itu, wisata halal beda dengan konsep wisata syariah, wisata halal hanya sekadar memberi kebutuhan bagi wisatawan, wisata halal bukan berarti meniadakan, makanya kearifan lokal tidak terganggu,” kata Muchlis.
Selama ini, kata Muchlis, sudah ada fasilitas untuk wisatawan muslim di Danau Toba. Namun fasilitas (amenitas) muslim yang ada, diperkirakan tidak mencukupi jika mengacu pada pemerintah pusat yang menargetkan 1 juta pengunjung.
Selain Muchlis, hadir juga Kepala Bidang Bina Sejarah/Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Unggul Sitanggang, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Mariduk Sitorus dan Kepala Sub Bagian Hubungan Antar Lembaga Biro Humas dan Keprotokolan Salman. *(wulandari)

Soal Wisata Halal Danau Toba, Pemprov Sumut: Bukan Menghilangkan Budaya yang Ada

SuaraTani.com – Medan| Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) meluruskan informasi mengenai wisata halal di Danau Toba. Wisata halal yang dimaksud adalah menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan bagi wisatawan muslim.
Wisata halal bukanlah menghilangkan budaya yang sudah ada di daerah tempat wisata. Hal tersebut perlu dilakukan lantaran banyaknya wisatawan mancanegara yang datang ke Danau Toba.
Apalagi saat ini, wisatawan mancanegara yang paling banyak datang adalah yang berasal dari Malaysia dan sekitarnya. Penduduk negara tetangga itu mayoritas muslim. Untuk itu segala keperluan wisatawan tersebut harus disiapkan.
“Menyiapkan fasilitias adalah salah satu konsep penting dalam pariwisata,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Ria Novida Telaumbanua kepada para wartawan, saat konferensi pers mengenai wisata halal Danau Toba di ruang pers, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro, Nomor 30, Medan, Sabtu (31/8/2019).
Ria menjelaskan, ada tiga elemen penting dalam pariwisata yang dinamakan konsep 3A, yaitu atraksi, amenitas dan aksebilitas. Untuk elemen pertama yakni atraksi, katanya, Danau Toba sudah memenuhi syarat. Danau Toba memiliki pemandangan, budaya, dan alam yang luar biasa.
Sementara dari Amenitas, menurut Ria, Danau Toba masih perlu dibenahi. Amenitas adalah penyediaan fasilitas pendukung yang diinginkan wisatawan berupa tempat ibadah, rumah makan, tempat peristirahatan dan lain sebagainya.
Untuk itu, semua keperluan pendukung untuk berbagai masyarakat yang datang harus ada. Apalagi Danau Toba sudah dijadikan destinasi utama oleh pemerintah pusat. Jangan sampai orang yang rencananya datang tiga hari jadi sehari.
Konsep ke 3 adalah aksesbilitas. Konsep ini berarti Danau Toba harus mudah dicapai. Sarana dan prasarana menuju Danau Toba haruslah memudahkan wisatawan yang akan datang ke sana. Saat ini pemeritah sedang membangun jalan tol Tebing Tinggi – Parapat. Tidak hanya itu, bandara Silangit pun sekarang sedang diperpanjang landasannya guna menampung pesawat yang lebih besar.
Senada dengan Ria, Asisten Administrasi Umum dan Aset Provsu M Fitriyus yang pada kesempatan itu menjadi moderator menyebut, penerbangan ke Danau Toba kebanyakan dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Untuk itu fasilitas pendukung wisatawan dari negara tersebut sangat diperlukan. Tidak hanya muslim, fasilitas pendukung seluruh masyarakat harus ada.
Wisata halal bukanlah menghilangkan budaya yang sudah ada di satu tempat wisata. Di negara-negara lain sudah ada yang menyiapkan fasilitas pendukung untuk muslim, misalnya Jepang, Korea Selatan dan lain-lain. Semata dilakukan untuk meningkatkan ceruk pasar pariwisata.
Dikatakan Fitriyus, jika ada budaya yang selama ini belum terekspos, maka tingkatkan lagi. Label halal tidak akan mengganggu budaya yang sudah ada. Halal yang dimaksud adalah menyiapkan sarana dan prasarana terkait hal itu.
“Bagaimana mau meningkatkan wisatawan jika tidak ada fasilitas pendukung yang diinginkan wisatawan?” ujarnya.* (wulandari)
Josep Manullang  Saya kalo berwisata di daerah muslim saya harus menyesuaikan dengan daerah itu, yah seandainya hari minggu kita mau ibadah yah berdoa di tempat penginapan saja. Dan itu tidak merugikan bagi saya. 
Mungkin wisata yang dari luar negri saya rasa sudah lebih bijak atau lebih pintar pola berpikirnya di bandingkan kita. Dimana negara kita yg selalu sibuk dengan urusan agama.
Menurut saya ini kebijakan kurang tepat.
Boleh kah dengan cara lain kebijakan nya
LikeReplyMark as spam14d
Dlastjan Beat Tobing

Kan gak harus wisata Halal logo nya amang/inang. Gak usahlah kalian paksakan kehendak kalian itu..
Salah tempat kalian, mau berdalih buat fasilitas pengunjung lah, klo itu semua sudah difasilitasi pemerintah setempat, apalagi untuk beribadah. Tempat istirahat. Tempat untuk kalian joget2 pun mungkin sdh ada.. Tapi kan gak harus wisata halal logo nya amang/inang.
Danau toba itu kampung Halaman kami khususnya Kristen ataupun Batak.
Apa karena kami suka makan jagal pinahan makanya mw kalian buat wisata Halal,Lagian tak dipaksa kok kalian datang ke danau toba,kalau pun kalian mau datang ke danau toba, jgn lah jadi kalian yg buat peraturan di Danau Toba itu. CobaLah sekali2 kalian rasakan nikmatnya jagal saksang atau jagal panggang b2, pasti bakalan kalian naikkan juga harga jagal pinahan itu karena sdh tau enaknya..
LikeReplyMark as spam65d
Hombing Haholongan

Sekarang gini aja,, apakah Budaya kami didanau toba itu tidak halal??? Bahkn kami juga menyediakan makanan yg halal bagi saudara kami yg muslim,, jd sebagai Putra Batak toba, membentuk wisata didanau toba saya tidak setuju,,, tks,,
LikeReplyMark as spam25d
Sondang P Situmorang

Terlalu banyak alasan…
Di semua kepulauan di indonesia semua wisata tidak mengacu terhadap agamanya tetapi terhadap budaya setempat, coba pemerintah sumut cek seluruh indonesia adakah yang menggunakan kalimat kalimat agama dalam pariwisata, anda anda bapak dan ibu yang di sana mestinya lebih tau dan lebih mengerti arti dari pariwisata, jadi tolong jangan membangun opini yang dapat memecah belah sumut. Hendaknya bapak dan ibu yang terhormat membuat rancangan buat danau toba menjadi tempat wisata yang membuat semua damai dan bahagia datang maupun tinggal disana, jangan seakan akan ada blok bloSee More
LikeReplyMark as spam25d
Ronal Sinambela

Ditmpt wisata danau toba sdh byk dijumpain makanan halal n fasilitas utk wisatawan muslim,jdi g usah byk alasan lain,,jng buat kampung kmi jdi pendatang yg berkuasa,,klo mmg mw merubah tanah kampung kmi,lbih baik tdk usah jdi dikembangkan wisata didanau toba,,
Kenapa dibalik bs ttp apa adaya,knp jdi kampung kmi mw dirubah n dibayarin adat istiadat yg sdh ada..???
LikeReplyMark as spam35d
Romardo Ngl

Tolak wisata Halal di danau Toba,…

Kenapa pemerintah lebih mementingkan orang dari luar sedangkan asli penduduk indonesia sangat susah untuk beribadah?

Wisata halal ini akan menjadi awal hilangnya adat istiadat Batak di samosir dan akan dijajah oleh negara sendiri beralasan tidak halal… Kami tidak butuh kata Halal untuk memajukan wisata di danau toba,kami butuh fasilitas pendukung seperti infrastruktur jalan dan pembangunan,bukan Halal yg kami butuhkan…

LikeReplyMark as spam45d
Jhn John

Silahkan pemda sumut melengkapi sarana dan prasarana di danau toba, tp jgn ada embel² wisata halal dan dan wisata syariah. Selama ini ini berbagai suku dan agama menikmati keindahan alam danau toba tdk ada yg complain menyangkut makan dan ibadah masing² agama, krn di kawasan danau toba banyak rumah makan buat saudarakita muslim dan hotel² jg menyediakan mushola. Org batak sangat tinggi nilai toleransinya.
LikeReplyMark as spam25d
Petrus Buaton

Setuju wisata danau toba lebih dikembangkan lagi tapi tdk perlu memakai istilah Wisata Halal. Kpd pemda sumut lebih baik lagi SDM putra batak lebih ditingkatkan pendidikan pariwisata atau pendidikan perhotelan. Soal makanan buat saja ada tulisan Halal tapi pemilik restaurant nya tetap masyarakat setempat jangan dr luar tapanuli utara. Rumah ibadah bolehlah dibangun mushollah yg kecil di tempat” tertentu ,tdk hrs mesjid .
LikeReplyMark as spam5d
Htphea Edyy

Alasan semua itu,klau mau wisata ke danau toba.ikutlah aturan danau toba dan bukan ikut aturan orang yg dtang ke sana.kita saja dtang wisata ke daerah lain harus ikut aturan adat mreka.
LikeReplyMark as spam15d
Jose Cavaleo Ruiz

Kalian hrs bangun gereja dan katedral.
Lebih bny turis kristen dan katolik dari luar negeri.
Intinya….”Jangan sekali kali kalian bohongi rakyat batak.”
LikeReplyMark as spam14d
Damsek Sihombing

Kami masyarskat batak tidak butuh wisatawan saryah.. kalau mau datang kedanau toba datang aja.. gak ada yg larang.dan gak ada yg suruh datang.. paham
LikeReplyMark as spam15d
Lamti Martana Kende

Lihat malaysia dan singapur sangat cepat maju karna apa???di malaysia ini Judi ,togel dan penjualan alkohol semua di beri izin.Dan aturan nyaa di larang membeli( Menjual)ke yang beragama muslim dan ada juga undang2 yang di buat bagi agama muslim yang ke dapatan berjudi dan meminum alkohol.Simple kan dan sampai skrang ini aman2 aja.coba lah buat kebijakan2 yang tidak merugikan sepihak.
LikeReplyMark as spam5d
Rsn Nababan

Tidak mungkin bisa lolos mendirikan tempat ibadah,, jgn lupa UU mendirikan rumah ibadah harus ada persetujuan masyarakat dengan jumlah yg ditentukan,, apa itu mau di langgar
LikeReplyMark as spam15d
Mariana VaMel

Di daerah lain kristen sgt teraniaya untk beribadah..org beribadah bisa di bubarkan dgn dalih surat izin ngga lengkap.
ReplyMark as spam15d
Bangun Turnip Parbarisan Gareja

orang berwisata untuk happy bukan untuk ibadah
Kalau hanya untuk sholat dan makan sekarang pun sudah tersedia disana
Presiden jokowi saja kalau datang makan dan sholat disana kok
Jepang, korea dan negara lainnya menyediakan fasilitas halal karna sebelumnya tidak tersedia
Ini indonesia dngan penduduk lebih dri 80% islam, majid atau musholah tersedia disetiap daerah meskipun kosong
Kami menolak islamisasi tanah batak berkedok pembangunan
LikeReplyMark as spam5d
Johnliver Hutapea

Jangan Asal Ngomong Halal terkait Wisata di Sktr DANAU TOBA TAPUT, Jangan diberikan Ruang utk Tulisan Halal di seluruh tempat sekitar DANAU TOBA…Bila Saudara/Tamu kita Muslim Datang Silahkan Cari Makanan di Rumah Makan yg menyediakan Makanan Muslim,banyak tersedia di situ…Tempat Wisata bicara tempat Ibadah?..Waspadai Indikasi Provokasi utk membuat TAPUT Kacau balau…Horas-Horas-Horas
LikeReplyMark as spam15d
Feri Manurung Feri Manurung

Haram buat lho,halal bat gue
LikeReplyMark as spam15d
Ari Delfrita Manalu

Lha… itu kan bukan wisata Rohani..
Gimana dengan Bali..
Ya seperti itulah konsepnya.

2 thoughts on “

  1. Your article gave me a lot of inspiration, I hope you can explain your point of view in more detail, because I have some doubts, thank you.

  2. Наша бригада искусных специалистов проштудирована подать вам прогрессивные системы, которые не только обеспечат надежную защиту от зимы, но и преподнесут вашему дому современный вид.
    Мы деятельны с новыми материалами, подтверждая долгосрочный период работы и отличные эффекты. Утепление фасада – это не только экономия на тепле, но и заботливость о природной среде. Экологичные методы, какие мы осуществляем, способствуют не только зданию, но и сохранению природных ресурсов.
    Самое ключевое: [url=https://ppu-prof.ru/]Сколько стоит сделать фасад дома с утеплением[/url] у нас стартует всего от 1250 рублей за кв. м.! Это доступное решение, которое изменит ваш помещение в реальный уютный уголок с минимальными расходами.
    Наши произведения – это не только изолирование, это составление площади, в где всякий элемент преломляет ваш уникальный модель. Мы рассмотрим все ваши запросы, чтобы воплотить ваш дом еще более уютным и привлекательным.
    Подробнее на [url=https://ppu-prof.ru/]веб-сайте компании[/url]
    Не откладывайте дела о своем жилище на потом! Обращайтесь к исполнителям, и мы сделаем ваш жилище не только согретым, но и более элегантным. Заинтересовались? Подробнее о наших работах вы можете узнать на официальном сайте. Добро пожаловать в пределы комфорта и качества.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *