Berikut profil musisi yang akan tampil pada Samosir Music International 2019:
1. Viky Sianipar
Musisi ini sangat bersemangat dalam memperkenalkan musik Indonesia. Dia lahir di Jakarta, 26 Juni 1976 anak bungsu dari pasangan Monang Sianipar dan Elly Rosalina Kusuman.
Sejak kecil Viky telah menampakkan bakatnya dalam bidang musik. Oleh karena itu ia memutuskan untuk mengambil pendidikan musik klasik pada tahun 1982 di Yayasan Pendidikan Musik (YPM). Ia kemudian melanjutkan pendidikan musiknya dengan mengambil kursus piano jazz di sekolah musik Farabi selama 1 tahun. Dan pada tahun 1995, ia berangkat ke San Fransisco untuk mengikuti kursus gitar blues. Ia berguru kepada George Cole, seorang gitaris kenamaan yang merupakan murid dari Joe Satriani.
Tahun 1997 setelah ia kembali ke Indonesia, Viky mendirikan grup band yang bernama MSA Band. Setelah 3 tahun, MSA Band berhasil menelurkan album MELANGKAH DI ATAS PELANGI di bawah label musik Universal Music. Namun sayang, tahun 2002 band ini bubar. Di sinilah starting point bagi Viky untuk memulai memperkenalkan world music miliknya dengan mulai mempelajari musik Batak. Untuk hal ini, Viky pun pergi ‘bertapa’ ke Danau Toba.
Sepulangnya dari Danau Toba, Viky muncul dengan konsep dan style baru dalam memperkenalkan musik Batak. Berkolaborasi dengan beberapa musisi tradisional Batay yang sudah terkenal, Viky mengeluarkan album world music-nya yang pertama yaitu TOBA DREAM tahun 2002. Tak disangka, sambutan yang diterimanya pun beraneka ragam. Ada yang menyukai dan bahkan ada juga yang menghujat album ini karena dianggap merusak tatanan musik tradisional Batak.
Namun Viky tak ambil pusing dengan hal itu. Buktinya setahun berikutnya ia kembali merilis album sejenis dengan judul TOBA DREAM II (2003). Lewat kehadiran album ini, lama – kelamaan musik yang ditawarkan Viky pun mulai diterima oleh masyarakat luas.
Cita-cita Viky untuk mengangkat musik tradisional ke dunia internasional kembali ia tuangkan dalam album INDONESIAN BEAUTY yang dirilis bulan Juli 2006. Dalam album ini ia berkolaborasi dengan musisi dari berbagai etnis tak hanya dari suku Batak seperti Tio Fanta Pinem, Sujiwo Tejo, dan Ani Sukmawati. Lagu – lagu tradisional seperti Bubuy Bulan, Sing Sing So, dan Ngarep Gestung Api Baslau yang selama ini terdengar sangat jadul pun mampu diaransemen oleh Viky menjadi musik yang menarik.
2. Tongam Sirait
Tongam Sirait adalah sosok seorang musisi Batak, sebagai sosok yang banyak menarik perhatian dan menjadi buah bibir di kalangan anak-anak muda Batak, di desa maupun di kota yang merindukan hadirnya ihutan (panutan) baru. Dia memang mampu keluar dari konsep musik vokal trio, yang selama ini umum dikenal masyarakat luas, sebagai trade mark penyanyi-penyanyi beretnis Batak.
Kekuatan karakter solo Vokal dari Tongam Sirait yang tebal, dengan range interval yang luas namun tebal, menjadi cirinya yang unik. Tidak seperti umumnya penyanyi-penyanyi Batak yang sangat menonjolkan vokal-vokal tinggi dan melengking. Pada diri Tongam adalah suara tenor dengan artikulasinya yang sangat jelas dan lembut, namun ada kalanya Tongam bernyanyi sampai alto yang sangat tegas, seperti dalam lagu “Come to lake Toba”.
Di sisi lain Tongam juga cukup menonjol dalam menulis lirik dan lagu. Dalam hal menciptakan lagu-lagunya, Tongam dengan sadar untuk mengenyampingkan gaya andung-andung (ratap tangis yang dilantunkan). Sebab andung-andung sudah mencapai puncak ekspresi generasi masa lampau. Zaman sekarang adalah era R&B dan hip-hop yang mewabahi dunia anak muda, dan anak muda Batak memang sudah jenuh dari hal-hal yang lama, mereka menginginkan sesuatu yang baru dan segar untuk bisa dibanggakan sebagai identitas budayanya.
Di samping itu, anak muda adalah pangsa pasar yang potensial dalam industri musik. Fenomena inilah yang membuat Tongam berputar haluan, untuk menemukan genre tersendiri dalam khasanah musik yang menggunakan bahasa Batak.
Albumnya yang pertama “Nomenssen”, justru menjadi titik balik generasi muda Batak di perantauan, untuk mulai belajar dan kembali menggunakan bahasa Batak.
3. Alex Rudiart Hutajulu
Alex Rudiart Hutajulu lahir di Parapat, 13 Juni 1985, adalah salah satu konsestan X Factor Indonesia. Alex juga pernah menjadi Vokalis Sahara Band sebelum adanya ajang X Factor Indonesia. Alex sudah kenyang akan pengalaman bermusik dan sudah beberapa kali berkolaborasi dengan musisi besar Indonesia lainnya.
Selain bernyanyi, suami penyanyi Novita Dewi Marpaung ini juga menguasai alat musik gitar dan piano yang dipelajari secara otodidak. Selera musiknya tumbuh dan dipengaruhi oleh The Beatles, Creedence Clearwater Revival (CCR), Aerosmith, Queen, Guns n’ Roses, Metallica, Bon Jovi, White Lion, Fire House, dll.
Berkat kemahirannya bernyanyi, Alex telah berpetualang dari Parapat, Tuk-tuk, Balige, Nias, Kisaran, Tebing Tinggi, Medan, Dumai, Batam, Jakarta, Bandung, Bali, Lombok, Kendari, Makassar hingga ke Jepang.
Musisi yang pernah berkolaborasi dengannya antara lain Tongam Sirait, Ranav Samosir, Iran Ambarita, Korem Sihombing, Dakka Hutagalung, Dewi Marpaung, Viky Sianipar, Judika, Once, Andy /rif, Candil ex Seurieus, Roy Jeconiah ex Boomerang, Zian Zigaz, Firman Idol, Bengbeng Pas Band, Sahara Band dan masih banyak lagi baik dari musisi Batak hingga musisi nasional.
4. Hermann Delago
Musisi berkebangsaan Austria ini sangat menyukai musik Batak. Menurutnya, lagu Batak lebih memiliki jiwa yang bagus dan sangan lembut. Kecintaannya pada lagu Batak berawal pada pada tahun 1995 saat ia berlibur ke Bali dan mendengar lagu BUTET dan langsung menyukainya dan meminta temannya mengajar lagu Batak kepadanya.
Tak hanya mencintai lagu Batak, dia juga mencintai wanita Batak hingga menikahinya dan dia pun menerima marga Manik.
Hermann juga sudah menggelar beberapa konser di Eropa dengan menyanyikan lagu bernuansa Batak dan itu membuat budaya Batak terkenal sampai ke benua Eropa. Dia sering membawakan lagu-lagu Batak dalam konser di sejumlah negara Eropa. Ia pun mempelajari lagu-lagu Batak itu secara unik, yakni dengan mendengarkan dan belajar dari anak batak yang sering nyanyi di kedai tuak.
Pertemuannya yang tidak sengaja dengan musisi batak Viki Sianipar di sebuah warung kopi menjadi awal lahirnya perpaduan musik tradisional dengan musik modern yang mereka tuangkan di dalam sebuah album yang bertajuk Tobatak.
5. Salammusik
Salammusik merupakan sebuah nama band dari Malaysia yang dibentuk sejak tahun 2006. Band ini sudah lumayan besar dan terkenal di negaranya, juga di Eropa. Band ini terkenal dengan irama musik baru, yaitu gabungan dari unsur budaya dan modern, kategori genre musiknya masuk kedalam Rock, Reggae dan Hiphop.
Album pertama mereka berhasil mendapat pengharagaan sebagai album terbaik dari Anugrah Industri Musik ke-19 di tahun 2012, dan juga salah satu lagunya berjudul “Aku Pelat” berhasil mendapat penghargaan sebagai lagu HipHop terbaik di tahun 2013.
Sejak berdirinya band ini hingga sekarang, mereka sudah berhasil mengumpulkan banyak penghargaan di negaranya, juga di Singapore dan se-Asia Tenggara. Selain penghargaan atas karya mereka semua, Salammusik juga sudah banyak melakukan tour konser tidak hanya di Asia, namun juga di beberapa negara di daratan Eropa.
6. Bagjuice
Bagjuice adalah sebuah Reggae/Dub band yang berasal dari Amsterdam, Belanda. Band ini memiliki personel sebanyak 6 orang yang mana setiap personelnya mempunyai background musik yang sangat luas.
Perbedaan latarbelakang musik yang berbeda, mereka satukan sehingga menghasilkan sebuah bentuk musik yang menjadi ciri khas membuat mereka mudah untuk dikenal di Belanda. Dari sejak tahun 2013 , sudah banyak musik festival di seputar Belanda yang menampilkan mereka.
Belanda merupakan salah satu negara yang memiliki banyak musik festival hampir dalam 1 tahun penuh. Walau negara ini tergolong sangat kecil, namun sangat banyak ruang bagi para artis/musisi untuk bisa menunjukkan karya-karya mereka di panggung musik festival.
7. Sons & Preachers
Band ini masih tergolong sangat muda, mulai dibentuk resmi sejak Januari 2018 dan tidak lama setelah dibentuk mereka merilis sebuaha single. Band yang terdiri darir 4 personel ini sudah lama saling mengenal dan masing-masing memiliki latar belakang musik yang berbeda dan punya keinginan yang sama untuk mendirikan sebuah band.
Lead vokal sekaligus pemain hammond, keyboardnya adalah warga Indoenesia yang sudah menetap tinggal di Hamburg, Jerman. Dulunya, Yonatan berangkat ke Jerman untuk menimba ilmu di bidang kedokteran. Namun di tengah perjalanan studi, dia makin merasakan bahwa dunia musik lah yang paling tepat baginya. Ahirnya dia berhenti kuliah dan terjun di dunia musik.
Sewaktu masih di Indonesia pun, dia sudah sering bermusik dan mengikuti kursus musik. Di Hamburg dia mendirikan sekolah musik yang dilengkapi dengan studi musik yang professional .
Sejak band ini didirikan, beberapa musik festival di Jerman pun sudah mengundang mereka untuk ikut manggung. Band ini memiliki motto musik mengkreasikan kembali suara Vintage dengan menyesuiakannya dengan sound-sound yang modern. Sehingga musik mereka lebih dikenal dengan gaya musik blues, rock dan funk.
(JuntakStar)