JOKOWI, TOBA, PARIWISATA…BAIKLAH
By:Nestor Rico Tambun
Mungkin banyak yang tahu, saya penyuka Jokowi. Bahkan sebelum orang-orang eforia memujanya. Karena saya sudah menyimak dan menulis kiprahnya yang jujur dan humanis sebagai Walikota Solo. Baiklah.
Mungkin tak banyak yang tahu, bahwa Kepres No. 49/2016 tentang Badan Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba pada intinya adalah mengatur penyediaan sarana dan prasarana pariwisata untuk investor, terutama penyediaan lahan. Lahan itu 600 hektar. Lokasi petanya di Sibisa. Tidak ada pengaturan tentang peran masyarakat di sana. Baiklah.
Orang Batak mestinya tahu kawasan Sibisa adalah wilayah masyarakat adat marga-marga Nairasaon (Manunurung, Sitorus, Sirait, Butar-butar) dan marga-marga pendatang lain, seperti Silalahi dan Nadapdap. Wilayah adat ini sudah menyimpan konflik pertanahan sejak jaman Orde Baru.
Masalah itu, masyarakat2 adat menyerahkan tanah adat untuk reboisasi, Reboisasi itu gagal. Tapi tanah tidak dikembalikan ke marga-marga, malah diklaim tanah kehutanan. Tidak bisa dituntut, karena masyarakat tidak menyimpan suratnya. Ada sekelompok kecil marga Ambarita yang menyimpan, dan memperoleh kembali tanahnya. Tanah semacam inilah, yang entah dengan cara bagaimana, bisa diambil pengusaha kaya DL Sitorus, dan kini dijadikan taman rekreasi Bukit Gideon.
Konflik lain, sekelompok marga Manurung menyerahkan tanah adat untuk ditanami ekaliptus oleh Indorayon, dan diprotes kelompok Manurung lain dan marga-marga lain. Perkara ini sampai ke pengadilan, hingga ada yang divonis masuk penjara.
Jadi, Sibisa sudah panas sebelum Kepres BODT. Itulah yang membuat BODT lambat dan membuat Presiden Jokowi tampak tak sabar. Tanah yang berhasil dikuasai BODT kabarnya jadinya 380 hektar.
Mulus? Tidak. Lihatlah Sigapiton. Sekelompok marga Sirait protes karena tanah adat mereka diklaim sebagai kawasan hutan negara dan ikut diberikan sebagai wilayah ororitatif BODT. Kabarnya ada perintah pembongkaran rumah di tanah itu. Waktu Jokowi mau berkunjung, mereka memasang spanduk protes. Tapi spanduk itu dipaksa copot oleh petugas sebelum Jokowi datang.
Apa artinya ini? Tidak ada yang keberatan wilayah Toba dikembangkan jadi kawasan pariwisata. Tapi janganlah seperti cara-cara Soeharto, melakukan pembangunan dengan main paksa. Jangan ada korban rakyat yang terusir.
Selama masih menguasai tanah, rakyat bisa hidup. Bisa menyekolahkan anak. Tapi sekali rakyat kehilangan tanah, dia akan kehilangan ruang hidup. Jadi miskin, atau jadi penonton kemajuan. Itulah inti perjuangan teman-teman di aliansi masyarakat adat dan NGO-NGO itu.
Masih tak percaya? Lihatlah Indorayon yang berubah jadi TPL, yang merusak hutan alam dan menimbulkan konflik tanah, konflik sosial 30 tahun lebih. Lihatlah Aquafarm yang berubah jadi Regal Spring yang membuang beribu-ribu ton limbah pelet ke Danau Toba. Teriakan protes sudah sampai ke langit, tapi apakah ada hasilnya? Tidak ada. Meski banyak orang Batak yang hebat.
Sekali kekuasaan oligarki kapitalis dan kekuasaan negara bekerja sama, tidak ada yang bisa menghentikan dan melawan. Mungkin akan banyak yang makmur. Tapi jagalah agar tak ada korban. Jagalah agar tak ada rakyat yang menangis.
Baiklah. Baiklah.
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me. https://accounts.binance.com/vi/register-person?ref=WTOZ531Y