Daniel Taruliasi Harahap (fb)
Reformasi HKBP? Mulailah dari diri sendiri kata kawan saya Saut, mirip syair lagu. Reformasi selalu dimulai dari pinggir kekuasaan kata Abang saya Gomar. Reformasi bukan perayaan melainkan aksi tulis  Erwin Marbun. Setuju. Itu adalah juga pikiran dan sikap saya.

Supaya saya tidak dianggap asal bunyi atau holan hata, atau hanya berani bicara di medsos seperti tudingan beberapa orang anggota group, saya pikir saya harus memberitahukan sejumlah pembaharuan kecil yang telah, sedang dan akan terus saya lakukan di jemaat2 yang saya layani. Bukan hanya ingin atau akan, melainkan telah dan sedang dilakukan.

1. Transparansi keuangan. Siapa yang bisa dipercaya dalam hal kecil bisa dipercaya dalam hal besar sabda Tuhan. Uang adalah hal kecil dibanding sorga. Sebab itu kita mulai dari membereskan dan merapihkan keuangan gereja. Silakan cek di semua jemaat yg saya lalui keuangan gereja (bahkan panitia2 dan SM) pasti transparan. Dilaporkan secara tertulis dan rinci dan saban minggu (termasuk panpemb atau bahkan panitia natal). Anggaran dibagikan ke semua anggota jemaat. Audit disampaikan di Rapat Huria.

2. Pembangunan database. Yesus kenal semua domba2Nya dan dalam perumpamaan Dia mencari satu ekor domba yang hilang walaupun masih ada 99 ekor domba di kandang. Saya mengartikan hal ini sebagai tanggungjawab yg diberikan Tuhan untuk merawat jemaat. Terjemahannya: bangun sistem database. Dulu saya adalah salah satu arsitek database hkbp namun kini saya user atau pemakainya. Silakan cek lewat Litbang aktivitas database gereja kami. Dimanapun saya ditempatkan saya berusaha untuk tahu nama lengkap, tanggal lahir, alamat dan nomor henpon jemaat yang dipercayakan kpd saya dan kami Parhalado.

3. Keterbukaan informasi. Warga jemaat berhak mendapatkan informasi yang akurat tentang kehidupan berjemaat dan saya menghargainya. Silakan cek di semua jemaat yang pernah saya lalui dan sekarang saya layani, warta jemaat selalu kaya dengan informasi detil. Semua hal boleh dan harus dibuka kpd jemaat secara jelas kecuali rahasia jabatan yg berhubungan dengan pribadi. Pengalaman saya keterbukaan ini justru semakin memperkuat dukungan dan sense of belonging warga terhadap gereja.

4. Pelayanan tanpa dikenakan biaya. Gereja termasuk saya pendeta hidup dari persembahan bulanan dan mingguan serta persembahan syukur warga. Saya diberi belanja (gaji) dan berbagai tunjangan serta fasilitas oleh gereja. Tak ada alasan lagi bagi saya untuk meminta uang tambahan kepada anggota jemaat dalam rangka melakukan tugas kependetaan saya (melayani kebaktian sektor, membaptis, sidi atau pemberkatan nikah). Apalagi meminta hamauliateon atas pelaksanaan tugas saya di waktu mereka sakit atau berduka. Sila dicek: saya tidak menerima amplop di pemakaman atau di rumah sakit! Bukan berarti saya telah berkelimpahan atau tidak butuh uang. Jika saya kekurangan mending saya minta kepada Parhalado agar belanja dan tunjangan dinaikkan. Bukan kpd Ruas yang kaya atau malah yang sangat pas-pasan.

5. Ibadah yang khidmad. Dimana pun saya ditempatkan saya berusaha sekuat tenaga agar ibadah2 berjalan dengan khidmad. Bukan asal2an. Saya dengan riang selalu memeriksa kesiapan ibadah termasuk kebersihan ruangnya. Agar ibadah khidmad dan tidak seperti festival maka dimanapun  melayani saya  berusaha dan selalu berhasil meyakinkan parhalado bahwa jumlah koor dalam satu ibadah maksimal (baca: maksimal) tiga. Idealnya sih dua. Dalam hal koor lebih baik meningkatkan kualitas daripada sekadar kuantitas bernyanyi. Saya selalu meminta agar semua pelayan ibadah serius. Dan saya sendiri juga mempersiapkan kotbah saya. Dan tidak pernah neko2 saat berkotbah.

6. Perhatian khusus dan pembelaan kepada anak2 dan Remaja. Sesuai dengan poda tohonan yg saya terima saat menerima tahbisan kependetaan, dimanapun saya ditempatkan saya akan memberi perhatian khusus atau bilamana perlu pasang badan membela kepentingan anak2. Saya selalu memposisikan diri sbg wakil anak2 di rapat2 parhalado dan huria. Saya pernah jadi Ketua Panpemb Gereja Anak di Rawamangun. Saya mengajak jemaat Serpong marpadan utk memberikan ruang2 gereja terbaik untuk anak2. Dan kini di Balikpapqn Baru ged SM kami lebih dulu dipasang AC dan direnovasi daripada gereja dewasa. Dan saya ikut aktiv mencari dana agar anak2 kami punya taman bermain dan perpustakaan. Apakah saya bohong? Tidak. Sila cek di semua jemaat yg saya sebut.

7. Pembaharuan sistem persembahan. Saya bukan tipe orang yang suka mengeluh tanpa berbuat sesuatu. Saya bukan pelamun atau cuma omong. Apa yang saya yakini sungguh2 benar dan baik akan saya perjuangkan untuk terwujud. Apa yang saya anggap salah akan saya koreksi walau riskan. Menurut keyakinan saya terdalam sistem persembahan hkbp dengan banyak kantong tidak lagi benar. Itu sangat merusak makna teologis persembahan sebagai bagian liturgi. Apakah saya hanya mengeluh atau berkesah? Tidak. Dimanapun saya ditempatkan saya akan berusaha meyakinkan Parhalado dan Jemaat untuk membaharui sistem persembahan: cukup satu kali satu kantong dalam satu kebaktian. (Hanya pada saat2 khusus saja ada persembahan khusus). Dan pembaharuan itu saya lakukan apapun risikonya. Kritik saya kepada HKBP: kita terlalu banyak berteori namun sangat sedikit bertindak. Saya tidak mau hanya mengeluh. Mari lakukan perubahan dari diri dan tempat kita sendiri. Jangan bicara perubahan besar jika perubahan kecil (al: sistem persembahan banyak kantong) pun tak berani kita lakukan.

8. Penghapusan lelang. Tak ada salahnya dengan lelang secara an sich. Namun dalam prakteknya di gereja HKBP lelang acap menjadi ajang pameran kekayaan dan kehebatan memberi dan itu sangat mengecilkan hati warga jemaat yang miskin dan pada gilirannya merusak persekutuan. Dimana pun saya ditempatkan saya berusaha mengupayakan cara2 pengumpulan dana yang lebih bersifat gerejawi. Yang menerima berkat banyak pantas memberi banyak. Itu bukan sesuatu untuk dibanggakan. Yg menerima berkat sedikit wajar memberi sedikit. Itu bukan sesuatu yang membuat malu. Persembahan adalah bagian ibadah. Persembahan bukan sumbangan untuk Tuhan namun mengembalikan sebagian yg diberikan Tuhan sebagai tanda pengakuan, syukur dan iman.

9. Penghormatan kepada kalender gerejawi. Peribadahan di HKBP tidak boleh dilakukan suka2 sesuai selera pendeta atau anggota jemaat, melainkan sesuai kalender liturgi yang ditetapkan oleh bapa2 gereja sebagaimana tercantum dalam Agenda dan Almanak HKBP. Dimana pun ditempatkan saya mengajarkan parhalado dan warga jemaat akan makna liturgi termasuk tahun liturgi di dalamnya. Secara spesifik saya akan meyakinkan parhalado dan jemaat betapa penting dan bahagianya kita jika mau bersabar bernatal sesudah empat minggu Adven. Juga mengikuti rangkaian minggu pra paskah sebelum merayakan kematian dan kebangkitan Yesus. Gereja harus berani membiasakan yang benar bukan sebaliknya membenarkan kebiasaannya.

10. Integritas pendeta. Saya bukan manusia sempurna. Saya hanya orang berdosa yang dibenarkan Allah dalam Kristus dan diijinkan melayaniNya melalui gerejaNya. Dan saban hari saya juga masih harus berjuang melawan dosa yang masih melekat dalam diri saya. Sebab itu saya merendahkan hati saya, memberi diri dikritik, diawasi dan dikoreksi.  Saya bukan pusat atau orientasi gereja. Saya hanya seorang pendeta yang dipercaya melayani, menggembalakan dan memimpin jemaat sesuai Alkitab, RPP, Agenda dan AP. Saya kadang suka minum bir apalagi wine tapi saya tidak pernah mabuk. Saya hormat dan selalu menjaga jarak dengan warga jemaat perempuan. Saya tidak (lagi) merokok untuk menjadi salah satu bukti bahwa saya mampu menguasai dan mengatur diri saya sendiri. Saya mungkin bisa jadi keliru atau salah mengambil keputusan namun saya tidak bohong. Satu lagi saya tidak menganggap diri saya lebih kudus atau lebih mulia dari warga jemaat. Semua kita adalah hamba Tuhan. Yang beda hanya tugas pokok dan fungsinya saja. Sebab itu dimanapun ditempatkan saya pertama-tama menghapuskan perbedaan makanan parhalado dan jemaat, juga sofa untuk pendeta dan tamu vip di pesta2 gereja. Di hadapan Tuhan kita semua setara dan bersaudara. Dalam even2 gereja malah saya sengaja selalu makan belakangan untuk mengingatkan diri saya bahwa saya adalah pelayan dan memastikan semua jemaat telah mendapatkan makanan.

11. Gereja yang bersih dan asri. Bagi saya itu bukan sekadar angan-angan melainkan perintah yg harus diwujudkan sekarang. Thesis saya jika yang kelihatan saja jorok apalagi yang tak kelihatan spt hati. Silakan cek gereja yang saya layani selalu bersih dari senin sampai minggu, sebelum dan sesudah kebaktian. Lihatlah pesta2 yg dilakukan gereja kami: bersih dan teratur.  Lihatlah halaman gereja2 yang pernah saya layani: penuh bunga dan pepohonan. Membersihkan gereja, menanam pohon dan merawatnya adalah bagian ibadah harian. Bukan seremoni atau pencitraan!

12. Gereja kontekstual. Gereja HKBP tumbuh dan berakar di Tanah Batak dan budaya Batak. Sudah lebih 20 tahun saya berada di garis depan melayani perjumpaan Injil dan budaya Batak. Saya menemukan titik temu Injil dan Kebatakan: transparansi, partisipasi, egalitarianisme, desentralisasi. Dimanapun ditempatkan saya pasti mengangkat dan mengedepankan tema2 tersebut dalam ibadah juga dalam seluruh praktek kehidupan  ber-HKBP.

Begitulah dulu. Mungkin ada yang menganggap saya meninggikan diri (sebelumnya menuduh saya suka mengeluh). Saya tidak terlalu pusing. Saya hanya mau menggarisbawahi pendapat tiga orang teman pendeta yg namanya saya sebut di awal postingan: pembaharuan harus dimulai dari diri sendiri, dari pinggiran atau tepi kekuasaan, dan bukan seremoni melainkan aksi. Horas HKBP. Ekklesia reformata semper reformanda. Gereja yang dibaharui adalah gereja yang selalu membaharui diri

(Bersambung)

2 thoughts on “

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *