Di Angka Damang dht Dainang, Haha Anggi nang Namboru dht Naoibaribot di Tanah air,
boi do hita marsiajar Sian Jerman na so pola bahat situtu dope naung terinfeksi Covid 19, alai sude termasuk huria Katolik dht Protestant disi intensif rap mangula, sampe pola ndang dipatupa parMingguon di tgl 15 Maret na salpu, dalan pasohothon penyebaran ni Virus on. Ndang maralo tu partondion haputusan I, baliksa nionjar ni partondion na marbisuk:
Di statusna sadarion Ndion digurithon Pdt Mika br Purba (HKBP) na mangula di Jerman paopat taonhon ma, nialap ni Pdt Butarbutar do ibana.
Uli molo adong tingkinta manjahasa.
Tabe
Pdt Dr Robinson Butarbutar:
KETUA RAPAT PENDETA (KRP) HKBP
BERIMAN DAN BERHIKMAT
DI TENGAH PANDEMI VIRUS CORONA
Semoga informasi ini berguna bagi teman-temanku setanah air di Indonesia.
Tentang apa ini Virus Corona dan bagaimana penyebaranya serta akibatnya, kita sudah banyak membaca informasi di Media Elektronik, maupun Surat Khabar ataupun penjelasan dari para Dokter. Saya tidak akan menceritakan banyak hal detail tentang Virus Corona ini, bagaimana di negara-negara lain karena kita bisa mencari sebanyak banyaknya update Informasi tentang Corona ini di Google.
Tetapi saya ingin membagikan apa yang sedang kami alami dan juga informasi seputar Corona di Jerman, berkaitan dengan tingkat penyebarannya dan bagaimana pemerintah dan seluruh lembaga kemasyarakatan, tidak terkecuali lembaga keagamaan menghadapinya bersama-sama.
Saya mengikuti update pernyebaran Virus Corona ini dari sejak awal sampai sekarang dari Media, juga dari situs resmi pemerintah pusat, juga pemerintah setempat di mana kami tinggal di Jerman, juga dari Kedutaan Besar Indonesia di Jerman serta website gereja-gereja di Jerman. Selain itu saya juga setiap hari menerima Email dari pimpinan-pimpinan gereja di Jerman, sama seperti pendeta lainnya di Jerman. 2 Minggu terakhir ini, para pemimpin negara dan para pemimpin gereja seperti berpacu dengan waktu, menyampaikan informasi aktual dan langkah-langkah yang tepat dan cepat untuk menghadapi serangan Virus Corona yang sangat agresif. Bahkan kita bisa menerima sampai 4 kali Email dalam sehari, karena situasi ini sudah darurat, sehingga kita sebagai bagian dari warga negara dan juga sebagai pemimpin di gereja, harys peka terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di negera ini juga di dunia.
Sampai tanggal 29 Januari 2020, keadaan dan kehidupan di Jerman masih normal, walaupun kita melihat di berita Virus Corona sudah melumpuhkan China, dan kita berpikir, itu masih jauh di China dan mungkin hanya terjadi di China. Tetapi pada tanggal 29.Januari 2020, media dan juga pemerintah Jerman menyatakan untuk pertama kali satu orang di Bayern Jerman terinfeksi Covid-19.
Sampai pertengahan Pebruari 2020, kami masih menjalani kehidupan seperti biasa, normal, seperti tidak terjadi apa apa. Virus Corona ini masih jauh dari kita. Anak anak pergi sekolah, semua bekerja normal, saya masih sering naik train bertugas ke beberapa kota di Jerman. Kegiatan di masyarakat dan di gereja masih normal. Orang-orang bersalaman dan berpelukan ketika berjumpa. Sampai pada tanggal 23-25 Pebruari, orang-orang di Jerman masih merayakan Karnaval, dengan kostum kostum yang bagus, musik dan pesta. Kegiatan di gereja berjalan normal.
Hari Minggu tanggal 23 Pebruari 2020, saya masih naik kereta ke arah Rattingen, karena saya mau berkotbah di ibadah Perkumpulan Indonesia (Perki Düsseldorf). Waktu itu cuaca tidak bagus, sehingga banyak kereta tertunda, bahkan tidak berangkat. Saya terjebak di kerumunan banyak orang, sampai dompet yang berisi uang dan semua kartu identitas dan kartu kartu berharga lainnya pun hilang dicopet orang. Orang-orang berkostum dan yang tidak berkostum sangat penuh memadati stasiun Kereta, beramairamai mau ke Karnaval. Begitulah Karnaval dirayakan sampai tanggal 25 Februar di beberapa Wilayah, di sekolah dan di lingkungan masyarakat, terutama di Bundesland Nordrhein-Westfalia ( NRW di wilayah di mana kami tinggal dan bekerja).
Berita tanggal 26. Februar 2020 pukul 10.48 jumlah yang terinfeksi di Jerman bertambah 2 orang, dan pertama sekali di wilayah NRW berusia 25 dan 47 tahun. Berita sore hari sudah bertambah jadi 6 orang terinfeksi.
Pemerintah langsung menyikapi hal agar masyarakat tidak panik, tetapi tetap menjaga kebersihan tangan, dengan lebih sering menyucinya dengan Desinfektanmittel. Yang terinfeksi di Karantina, yang ada kontak langsung dengan yang terinfeksi juga keluarga di Karantina dan kalau ada anaknya, maka sekolah tempat di mana anak itu sekolah, diliburkan beberapa hari. Tetapi hari demi hari semakin cepat peningkatan jumlah yang terinfeksi. Orang-orang berusaha membeli masker, tetapi itu tidak lagi ada, karena sebelumnya sudah dikirim untuk membantu masyarakat di China, demikian juga dalam satu bulan terakhir kita tidak lagi bisa membeli Desinfektanmittels, karena banyak orang panik dan membelinya dan memborongnya. Bukan hanya itu saja, masyarakat pun panik belanja Tepung dan Tissu Toilet, sampai kemarin itu masih kosong.
Tanggal 2 Maret dalam Konvent Pendeta di Distrik Kleve, kami para pendeta masih mendiskusikan bagaimana untuk memperlambat penyebaran Virus ini, seputar pelaksanaan Perjamuan Kudus. Kita belum memutuskan untuk meniadakannya. Bahkan kebaktian dan kegiatan kegiatan gereja lainnya masih akan berjalan seperti biasa tetapi pelaksanaan Perjamuan Kudus kita upayakan agar tidak lagi menggunakan cawan yang sama. Bersama dengan Para Majelis dan kolega Pendeta pada tanggal 12 Maret, kami masih rapat dan berusaha menemukan metode yang tepat untuk melaksanakan Perjamuan Kudus, terutama pada saat Perayaan Jumat Agung dan Paskah, dan Ibadah tanpa bersalaman, dan memutuskan agar tidak ada lagi kegiatan gereja yang melibatkan acara makan bersama. Ibadah dan pertemuan masih akan berjalan, tetapi tidak ada acara jamuan makan. Begitulah kami rencanakan bahwa masih akan ada kegiatan tanggal 13 Maret di gereja, tanggal 14 Maret kegiatan pengajaran katekisasi Sidi, dan Minggu Ibadah di gereja. Di Minggu itu masih satu yang terinfeksi Corona di Distrik Kleve.
Pada hari Jumat pagi tanggal 13 Maret, sudah ada sekolah diliburkan. Tetapi pada tanggal 14 Maret, sudah ada pengumuman resmi dari pemerintah pusat dan daerah bahwa semua Sekolah diliburkan sampai tanggal 19 April untuk memperlambat penyebaran Virus ini. Mulai ada pelarangan kegiatan di atas 1000 orang.
Tetapi pada hari Kamis malam, pemerintah setempat di Geldern berkomunikasi dengan pimpinan gereja Katholik dan Evangelis (Protestan) bekerja sama untuk memperlambat penyebaran Virus, agar pada hari Minggu tidak.melibatkan banyak anak-anak ke gereja, yang seyogyanya kami melaksanakan ibadah keluarga yang melibatkan anak anak dari Kindergarten gereja, sehingga ibadah dengan anak anak pun di Cancel dan akan melaksanakan kebaktian seperti biasa, karena sudah ada yang terinfeksi di Geldern, sangat beresiko untuk para orang tua.
Beberapa jam setelah itu, dengan komunikasi yang sangat intensif dengan pemerintah setempat, akhirnya kegiatan gereja pada hari Jumat Sore pun dibatalkan, begitu juga dengan Katekisasi Sisi pada Sabtu 14 Maret. Dan pada hari Sabtu, akhirnya diputuskan untuk meniadakan sementara kebaktian di dalam gereja untuk menghindari resiko yang sangat besar untuk penyebaran Virus ini.
Semua diputuskan dengan cepat, bahkan tidak lagi harus menunggu Rapat Majelis untuk meniadakan Kebaktian Minggu pada hari Minggu 15. Maret 2020. Tentu itu bukanlah hal yang sangat mudah, bukan tanpa pergumulan yang berat para pendeta dan para pemimpin gereja di Jerman dengan terpaksa harus melakukan itu. Kami membagikan layanan text kotbah, lagu dan doa di Whatsappgrupp, di facebook. Dan itu tidak mengurangi iman kami kepada Tuhan.
Bukan karena takut pada Virus Corona ini (mungkin juga ada rasa kekhawatiran di dalamnya, tetapi terutama untuk kekhawatiran akan keselamatan banyak umat), sebagaimana jatuhnya banyak korban yang terjadi di Korea, dan gereja punya andil besar dalam hal itu.
Ini untuk yang pertama kalinya dilakukan meniadakan Kebaktian di gereja dan memilih untuk beribadah di rumah karena Virus berbahaya ini. Bahkan setelah sekolah diliburkan dalam waktu yang panjang, pertemuan pertemuan gereja dan masayarakat ditunda dan dibatalakan, liburan ditunda, mari kita lihat bersama peningkatan jumlah terinfeksi Virus Corona di Jerman sangat signifikan. Walaupun Jerman bukanlah negara yang padat penduduk seperti halnya Indonesia. Pertanggal 18 Maret sudah lebih dari 12.300 kasus Corona di Jerman dan hanya di NRW wilayah kami, yang pada tanggal 26. Februari masih 6 orang, sekarang sudah lebih dari 4000 ribu orang, 31 orang yang meninggal. Itu setelah sudah banyak larangan pertemuan dan perjalanan liburan. Bayangkan bapak ibu, begitu cepat dan agresifnya penyebaran Virus ini dari satu orang ke orang lain dalam waktu yang sangat singkat.
Saya sendiri sebagai Pendeta bersama dengan kolega saya sangat mempergumulkan ini. Saya mungkin pada awalnya punya perasaan dan pertanyaan yang sama seperti diucapkan banyak orang dalam komentar-komentar di facebook tentang Titah ke empat, menguduskan hari Sabat dan menghubungkan Virus Corona ini dengan pekerjaan iblis. Dan apakah kita kalah dengan iblis ini?
Bapak ibu dan saudaraku yang terkasih, Ini bukan tentang bahwa gereja kurang beriman, gereja takut pada Virus Corona, gereja kalah terhadap Virus Corona, dan iblis mungkin sudah tertawa dan merasa menang karena berhasil menutup gereja, seperti komentar banyak orang di facebook yang saya baca.
Apakah gereja harus tunduk kepada kebijakan pemerintah untuk menutup gereja, bahkan tentang melarang berkumpul pada saat ini di gereja? Perlu kita memahami makna yang terdalam tentang arti sebuah gereja, bahwa gereja bukanlah gedungnya. Bahwa iman kita tidaklah dibatasi oleh bangunan gedung gereja. Tetapi gereja adalah. Dan seyogyanya gereja peka terhadap permasalahan sosial, permasalahan dunia. Gereja seharusnya mendukung pemerintah menyangkut maslaah kemanusiaan dan keselamatan nyawa banyak orang.
Ketika orang melaksanakan ibadah online, atau beribadah di rumah, bukan berarti kita kehilangan iman. Di mana saja kita berdoa. Iman yang kerdil justeru adalah iman yang hanya dibatasi oleh ruang dan waktu, terjebak dalam rutinitas ibadah dalam gedung dan tidak mau terlibat dalam masalah kemanusiaan.
Peristiwa ini adalah ujian iman kita, tetapi juga ujian akan kepekaan sosial dan solidaritas kita. Ini menyangkut tentang masa depan dunia, masa depan sebuah negara, masa depan gereja, menyangkut nyawa banyak orang di dunia. Tuhan juga mengingatkan kita akan Firmannya untuk memelihara bumi dan seluruh alam ciptaannya, melestarikan bumi dan menyelamatkan bumi dari kepunahan.
Benar bahwa baik hidup ataupun mati adalah kita adalah mlik Tuhan, tetapi Tuhan memberi kita hikmat dan akal budi di dalam hidup ini. Orang beriman tidak cukup hanya berdoa dan pergi ke gereja, tetapi menyeberang jalan pada saat lampu merah, karena yakin akan dijaga dilindungi Tuhan. Kita tidak memakan pantangan penyakit kita kalau kita masih ingin hidup, walaupun kita berdoa. Tidak ada orang beriman yang mencari kematiannya sendiri dan mengantar kematian orang lain.
Kiranya para penganut agama di manapun tidak terjebak dengan rutinitas ibadahnya tetapi seyogyanya tanggap terhadap permasalahan global dan terlibat aktif untuk mengatasinya, yang mempengaruhi kebijakan kebijakannya. Tolonglah bapak ibu berhentilah mengejek dan mencela tentang ibadah online dan juga ibadah rumah, sementara waktu karena permasalahan global yang sedang kita hadapi ini. Bahwa peribadahan di gedung gereja tidaklah menentukan kualitas iman kita. Iman itu tentang hubungan kita pribadi dengan Tuhan dan tanggung jawab terhadap sesama manusia dan ciptaan lainnya.
Kita tidak bersalaman, bukan berarti kita tidak saling mengasihi. Kita sementara ini meniadakan perkumpulan di gereja, bukan berarti kurang beriman. Pemerintah meliburkan sekolah bukan berarti kurang berhikmat, tetapi ini menyangkut masa depan dunia, masa depan bangsa, dan masa depan kita semua.
Kanzelerin Markel mengatakan, ancaman yang kita hadapi sekarang adalah ancaman terbesar setelah Perang dunia kedua. Kita berdoa dengan sepenuh hati agar masalah ini cepat berlalu dan menolong para Medis garda terdepan dan upaya penyelamatan dunia ini. Liranya Tuhan melindungi kita di manapun berada.
Mari kita ambil hikmah peristiwa ini, bahwa peristiwa ini mengingatkan kita betapa fana dan lemahnya kita. Tidak perduli seberapa kuat negara dan agama kita. Kita ini hanyalah mahluk lemah. Selagi masih hidup, mari melalukan kebaikan terhadap sesama. Oleh Virus Corona, dunia berubah, kebijakan negara berubah untuk keselamatan banyak orang. Para pemuka agama pun didesak untuk berubah, agar tidak terjebak dalam model model pelayanan yang sudah mapan dan rutinitas, tetapi didesak oleh situasi ini lebih kreatif. Kami melakukan rapat melalui Videokonference ataupun teleponkonference. Kami belerja dari rumah. Guru-guru kreatif membagikan pelajaran kepada murod muridnya secara online sehingga anak anak tetap belajar di rumah.
Di Jerman, beberapa waktu yang lalu beberapa orang hanya memikirkan dirinya sendiri dan keluarganya sehingga memborong belanja kebutuhan pokok, sehingga yang lain tidak sempat membeli.
Tetapi di tengah situasi yang semakin parah ini, ada solidaritas yang bertumbuh di kelompok kelompok kecil, saling menawarkan bantuan kepada orang terinfeksi yang dikarantina, membantu untuk belanja keperluan mereka. Atau membantu orang tua yang tinggal sendiri dan rentan terhadap Virus, untuk membeli keperluan mereka, sehingga mereka tidak harua keluar rumah. Orang saling bertelepon menanyakan kabar. Saya sangat terharu, bahwa di tengah situasi ini solidaritas yang semakin bertumbuh ini juga ada di Kota kecil di mana saya tinggal.
Tuhan memberkati kita semua. (Status Pdt Mika br Purba)
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you. https://www.binance.com/ka-GE/register?ref=DB40ITMB