Mahalnya Kampanye Politik Memicu Korupsi

Opini, MULAJADINEWS
Oleh, Brigjen Pol (P) Drs. Victor Edison Simanjuntak, Ketua Komite Pegiat Anti Korupsi, Ketua Dewan Pengawas Perkumpulan Masyarakat Pemantau Anggaran.
Korupsi dengan Pelaku Pemegang Kekuasaan Politik
Pengungkapan kasus korupsi dengan memaksimalkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kurun waktu 3 tahun terakhir memang membanggakan, terdapat peningkatan pengungkapan dari tahun ketahun. Tahun 2016 terdapat 17 OTT, menetapkan 56 orang sebagai tersangka, 8 orang tersangka diantaranya adalah kepala daerah, tahun 2017 terdapat 19 OTT, menetapkan 72 orang sebagai tersangka, 12 orang tersangka diantaranya kepala daerah dan 20 orang anggota DPR serta seorang hakim Mahkamah Konstitusi dan tahun 2018 KPK terdapat 22 OTT, menetapkan sebanyak 78 orang tersangka, 17 diantaranya kepala daerah.
Apresiasi terhadap kinerja KPK yang telah berhasil melakukan OTT sebanyak 58 kasus sepanjang tahun 2016-2018, terdapat tren peningkatan pengungkapan kasus dari tahun ketahun dan menetapkan 45 kepala daerah dan puluhan anggota DPR sebagai tersangka, dari tahun ketahun juga terdapat peningkatan pelaku kepala daerah, tentu hal ini sangat di sayangkan.
Siapa Pemegang Kekuasaan Politik ?
Kepala daerah dan anggota DPR adalah pemegang kekuasaan politik yang perolehannya dari hasil pilihan rakyat, seharusnya kekuasaan politik itu digunakan untuk sepenuhnya meningkatkan dan menguatkan perekonomian dalam rangka kejayaan negara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka ketika mereka korupsi, sama denggan mengingkari kepercayaan rakyat yang telah memilihnya dengan tulus, sekaligus membahayakan keuangan negara, mereduksi target maksimal pembangunan yang telah direncanakan, menurunkan tingkat kepercayaan investasi yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi, kenaikan harga dan memacu inflasi, pada akhirnya rakyat kecil yang akan menjadi korban.
Fakyor Pemicu Korupsi Pemegang Kekuasaan Politik
Lalu mengapa kepala daerah dan anggota DPR banyak yang terlibat korupsi ?, benarkah proses untuk dapat menjadi kepala daerah dan untuk menjadi anggota DPR mengeluarkan biaya yang mahal ?. Ternyata memang para calon mengeluarkan dana yang besar, berupa mahar politik kepada partai pengusung, alat peraga dan biaya Kampanye-kampanye politik yang mahal. Kampanye politik menjadi mahal karena ternyata tidak banyak masyarakat memilih dengan tulus, mereka bahkan memanfaatkan keinginan berkuasa dari para calon, wani piro (berani berapa) adalah bahasa yang sudah lajim pada saat perhelatan politik, karena keinginan berkuasa sangat menggoda, maka para calon bersaing untuk membayar kepada masyarakat agar mereka dipilih.
Biaya politik yang mahal telah menguras habis pundi-pundi para calon sejak pencalonan sampai mereka memegang kekuasaan politik. Gaji yang mereka peroleh sebagai pemegang kekuasaan politik tidak mungkin dapat mengembalikan biaya politik yang mereka keluarkan sampai berakhirnya masa jabatan yang di pegang, pada akhirnya proyek yang melibatkan uang negara dalam jumlah besar dan
proyek lain atau apapun yang dapat menghasilkan uang akan menjadi sasaran sebagaimana praktek biasanya telah berlaku, miris.
Praktek ini dapat berjalan baik karena lingkungannya sangat tertutup, jaringan juga dari kalangan sendiri dan sudah berpengalaman, didukung oleh budaya permisif terhadap korupsi, lemahnya ketertiban dan penegakan hukum serta kerjasama yang baik antar lembaga, sehingga korupsi pun berjamaah.
Apakah masalah korupsi diatas tidak disadari oleh petinggi partai politik, petinggi negara, penegak hukum, KPK, pegiat anti korupsi dan masyarakat ?, tentu disadari sepenuhnya, bahkan juga sebagai pelaku berjamaah, mereka juga yang membawa masalah ini ke forum diskusi untuk mencari alternatif pemecahan, namun sampai saat ini belum ada alternatif yang dihasilkan, mengapa ?, apakah justru dimanfaatkan ?, tidak tahu, mungkin hanya rumput bergoyang yang dapat memberi jawaban.
Alternatif Pencegahan
Ada paling tidak tiga hal mengapa calon kepala daerah atau calon legislatif harus mengeluarkan biaya politik yang besar, yaitu mahar politik, transaksi dengan masyarakat pemilih dan biaya pembuatan alat peraga kampanye, untuk mengantisipasi ketiga hal tersebut, Komunite Pegiat Anti Korupsi (Kompak) dan Gerakan Daulat Desa (GDD) menawarkan alternatif pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang tidak mengeluarkan biaya besar, bahkan hanya dengan biaya yang sangat kecil, dengan cara antara lain :
1. Partai politik tidak memungut mahar politik dari calon. Untuk hal ini bisa belajar kepada Partai Nasdem yang tidak memungut sepeser pun mahar politik, bahkan kelengkapan administrasi sejak pendaftaran di bantu pengurusannya oleh tim yang sudah di bentuk.
2. Para calon tidak di benarkan kampanye ke Dapil Pemilihannya, sehingga tidak ada transaksi dengan masyarakat pemilih.
3. Dilarang memasang alat peraga dan atau membagikan kartu nama.
Untuk itu pola kampanye harus di revisi total, yang akan mengkampanyekan calon setiap hari kepada masyarakat pemilih pada masa kampanye adalah KPU secara berjenjang, kampanye dilakukan dengan memanfaatkan sarana media sosial, baik berupa facebook, instagram dan siaran TV. Dengan media sosial inilah KPU melakukan :
1. Pengenalan rekam jejak, prestasi, riwayat hidup dan visi misi calon.
2. Debat kandidat dengan mengacu kepada skenario yang telah disiapkan untuk menguji wawasan, intelektual, kematangan kepribadian, visi dan nasionalisme calon.
Agar program ini terwujud, maka KPU harus membangun stasiun TV sendiri, pada tahun 2024 sudah tergelar minimal pada masing-masing KPU, baik di pusat, Propinsi Dan Kabupaten/Kota
Hal Positif dari Alternatif Kampanye oleh KPU
Banyak hal positif yang dapat di petik dalam pola kampanye yang demikian, pola itu akan membimbing siapapun yang berminat memegang jabatan politik untuk paling tidak :
1. Sejak awal berusaha meninggalkan rekam jejak yang baik, yaitu bekerja dengan baik, berprestasi, berperilaku baik dan selalu belajar memperluas wawasan.
2. Selalu membina dan menjalin hubungan yang baik dengan berbagai kalangan, untuk itu paling tidak dibutuhkan etika yang baik, keluwesan, keramahan, saling menghargai, saling menolong dan kerendahan hati.
3. Mengedukasi masyarakat untuk menjadi pemilih yang rasional, menentukan pilihan berdasarkan rekam jejak, sikap kerja, prestasi dan visi misi yang ditawarkan.
4. Dapat menjaring calon berkualitas yang selama ini takut mencalonkan diri karena tidak punya persiapan dana yang cukup.
5. Sistem kampanye ini juga akan menganulir calon yang hanya mengandalkan dana besar untuk terpilih, selanjutnya korupsi lebih besar untuk mengembalikan modal dan menumpuk kekayaan, tapi dari sisi kualitas memprihatinkan, sehingga masyarakat pemilih tidak akan memilihnya, karena tidak ada kesempatan transaksi.
6. Bagi mereka yang terpilih, tidak lagi memikirkan pengembalian modal, dengan demikian mereka akan bekerja dengan baik, karena dia mempunyai tanggung jawab moral kepada masyarakat telah memilihnya dengan jujur.
Selain itu, bahwa dengan pola kampanye yang hanya dilakukan oleh KPU, dapat juga di peroleh keuntungan lainnya, yaitu antara lain :
1. Dapat dihindari adanya pengkotakan masyarakat berdasarkan kandidat pilihannya, yang juga meminimalisasi permusuhan antar pendukung sebagaimana terjadi dalam beberapa kontestasi Pemilu dan Pilkada bahkan yang sedang terjadi saat ini.
2. Kontestasi Pemilu dan Pilkada dapat diarahkan menjadi pesta rakyat yang menggembirakan.
3. Partai politik, KPU dan Bawaslu dapat berfungsi sebagai motor penggerak sistem demokrasi yang baik dalam pencapaian Negara yang demokratis atau sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kejayaan negara dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bahwa pola kampanye yang demikian tentu tidak menjadi jaminan bahwa kepala daerah dan anggota DPR terpilih tidak lagi melakukan korupsi, namun paling tidak bahwa alasan mahalnya kampanye politik tidak lagi menjadi alasan pendorong untuk mengembalikan biaya politik yang dikeluarkan para calon. Hal ini juga menjadi upaya pencegahan awal terhadap perilaku koruptif, terhadap tiga sasaran, yaitu pengurus partai politik, calon dan masyarakat.
Himbauan Kompak dan GDD
Untuk melengkapi kuatnya pencegahan terhadap korupsi, maka Kompak dan GDD menghimbau agar :
1. Semua pihak tidak boleh permisif terhadap budaya koruptif.
2. Aparat penegak penegak hukum harus jeli menelisik gelagat korupsi dan bersinergi mengungkap kasus korupsi di semua sektor.
3. KPK yang memiliki kewenangan besar (super body) dan dukungan anggaran yang besar, jangan hanya melakukan operasi tangkap tangan, tetapi diharapkan dapat mengungkap kasus-kasus mega korupsi yang ada di BUMN, sektor Migas yang menyangkut cost recovery, dana pembangunan dan korupsi besar lainnya.
4. KPK jangan tebang pilih dalam melakukan penindakan, harus tuntas secara menyeluruh.
5. Hukuman terhadap koruptor haruslah memberi efek jera dan di miskinkan.
6. Lembaga pemasyarakatan terhadap koruptor harus disediakan di pulau terpencil dengan pengamanan yang kuat, hanya boleh di besuk seminggu sekali.
Agar program kampanye ini berjalan dengan baik, jujur dan transpar, maka Bawaslu harus membuat sistem pengawasan yang baik, agar tidak terjadi penyimpangan, dalam hal terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh calon atau pihak lain manapun yang berkaitan dengan calon, maka calon tersebut harus di diskualifikasi.(Frans).

One thought on “Mahalnya Kampanye Politik Memicu Korupsi

  1. Oh mmy goodness! Incredible artcle dude! Thanks, Howevsr
    I am encounterin difficulties wikth your RSS. I don’t understand tthe rewason why I can’t subscxribe to it.

    Is therde anyone else getting the swme RSS problems?
    Anybody whoo kows thhe soloution will you
    kjndly respond?Thanx!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *