Mas Wahyu yg baik, terimakasih atas dukungannya buat saya utk kembali berjuang melalui pelayanan sbg wakil rakyat.
Berikut hal2 yg dapat saya informasikan terkait pertanyaan Mas Wahyu.
1. Setelah selama 40 tahun saya bekerja penuh sbg pegawai Pemerintah mengabdi kpd negara/pemerintah (1976 – 2016), sejak pegawai “kecil” gol.I hingga menduduki eselon II (saat pensiun gol IVd), artinya tidak ada waktu untuk langsung berhubungan/melayani kebutuhan-aspirasi rakyat. Terakhir menjelang pensiun sbg Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil, disitulah saya merasakan bagaimana nikmatnya melayani warga secara langsung dengan hati tulus penduduk/masyarakat. Dengan motto “Dukcapil Bisa, Melayani Setulus Hati”, saya sungguh2 memberi perhatian tanpa pamrih yg penting bagi saya waktu itu, masyarakat mendapat haknya secara gratis dan tepat waktu.
2. Setelah pensiun, saya terima dgn tulus dan bersyukur dan menikmatinya, saya berupaya hindari “post syndrome”, dan pensiun buat saya adalah kesempatan baik untuk bergabung dlm aktivitas kemasyarakatan, berupaya bersama istri hadir dlm pesta adat, acara suka/duka, bergabung dgn komunitas pemuda, desa, gereja juga pelaku pariwisata. Aktif di sosmed (fb, grup WA) memantau perkembangan informasi sosial, ekonomi, politik.
3. Saat pensiun memang buat saya menjadi moment lebih banyak bersama keluarga (isteri pensiunan Guru, anak2 sudah tamat Sarjana dan kerja), dan tidak terbeban, banyak orang berpendapat bhw saya adalah pejabat miskin (biasanya kalau sdh pejabat punya harta banyak). Tapi saya tidaklah merasa sakit bahkan sangat bersyukur, dapat hidup bersama keluarga dengan gaji pensiun, dan tidak terkait dgn masalah hukum (mis korupsi).
4. Saat KPU membuka kesempatan penambahan daerah pemilihan di Samosir menjadi 4 dapem dari 3 dapem sebelumnya, dan kecamatan tempat tinggal saya (Simanindo) dijadikan menjadi 1 dapem bersama kec tetangga (Onan runggu), dulunya satu dapem dengan Pangururan (ibukota kabupaten dan pusat kegiatan ekonomi, politik). Saat pembahasan, saya ikut serta mengusulkan Simanindo dijadikan satu dapil (berpisah dari Pangururan) dengan alasan bhw Kec Simanindo adalah pintu gerbang wisata Samosir sejak tahun 70 an, maka diperlukan legislatif yang mumpuni mampu menampung aspirasi masy wisata. Memang saat itu banyak rekan peserta mengusul agar saya menjadi caleg dari Simanindo, namun waktu itu saya jawab: lihat nantilah, apalagi saya tidak punya banyak uang.
5. Beberapa waktu berikutnya, atas dorongan rekan-sahabat dgn melihat pengalaman saya di pemerintahan, akhirnya saya memutuskan utk ikut berpolitik dengan menjadi caleg. (Semasa aktif ada beberapa partai meminta saya mencaleg)
6. Kemudian saya membahas dgn isteri dan anak2, meminta persetujuan. Mereka setuju saya ikut nyalon dari partai Nasdem dengan catatan:
a. Tidak menggunakan money politik, bagi2 uang karena kita tidak memiliki uang banyak dan jangan sampai ngutang/pinjam duit dari bank atau sponsor
b. Jangan ambisius, berharap menang boleh tapi jangan berakibat (kalo kalah) stress atau sakit.
c. Sepakat nanti kalau menang dan duduk sbg legislatif melayani warga masyarakat sesuai kemampuan, bukan untuk ngumpul (agar kaya) tetapi membantu masyarakat/konstituen.
Dengan hal hal yang saya sebutkan diatas maka:
1. Statemen/kredo saya adalah Melayani Sepenuh Hati, Menjadi Berkat dan Saluran Berkat bagi Warga (iman Kristiani). Kesempatan untuk melayani warga secara langsung sebagai penampung dan penyalur aspirasi rakyat, bukan semata utk kepentingan pribadi/keluarga
(40 tahun lebih sebagai warga pemerintahan/loyalis penguasa?
2. Memilih partai Nasdem karena dipimpin oleh seorang pembaharu (motto: restorasi), komit dgn NKRI dan anti korupsi. Bahkan Surya Paloh dan para pemimpin dan kader di DPP hingga DPD kelihatannya sampai saat ini masih berintegritas dan komitmen bersih. Mungkin partai ini salah satu partai yang bersih, tidak meminta mahar utk mencalonkan atau dicalonkan.
Partai yang pertama kali mengusulkan Jokowi sbg Capres 2019.
Saya tidak membayar sepeserpun mahar utk menjadi caleg
3. Sebetulnya Politik itu tidaklah kotor, hanya saja oknum pelakunya yang membuat kotor dengan melakukan berbagai macam/jenis kejahatan.
Politik = kekuasaan, jika dipergunakan dengan baik dan sesuai dengan aturan hukum maka hasilnya tentu baik. Lord Acton mengingatkan “power tends to corrupt”, kekuasaan yang terlalu/berlebihan pasti bermuara kepada ketidak benaran, ketidak adilan atau kejahatan dan inilah penyebab politik itu kotor.
Banyak orang utk merebut kekuasaan melakukan hal yang kotor .
4. Sesungguhnya sesuai dengan Undang-undang, bahwa hubungan Eksekutif dan Legislatif adalah mitra sejajar, artinya “kekuasaan” eksekutif dan legislatif harus seimbang. Karena itu seorang Legislator (anggota legislatif) memiliki peran besar sebagai penyambung, penampung aspirasi rakyat yang diwakilinya. Persoalannya bbrp waktu belakangan ini terjadi distorsi kepentingan umum/rakyat, hingga banyak legislator berlindung di zona aman, menjaga image partai dan mesin partai.
5. Program yang akan ditawarkan terkait dengan potensi daerah pemilihan saya adalah Program Pembangunan dan Pengembangan Pariwisata (ekonomi kreatif ) berbasis budaya dan agro/pertanian. Termasuk membangun sumberdaya manusia menjadi masyarakat pariwisata yang handal dan berdaya saing, dengan dijadikannya Geopark Kaldera Toba sebagai anggota Geopark Global Unesco. (Sbg mantan Kadis Pariwisata, Seni Budaya, potensi budaya perlu dilestarikan dan dikembangkan buat kelanjutan hidup masyarakat melalui pemanfaatannya dlm kepariwisataan). Saya sangat memahami manfaat lanjut dari program Geopark.
6. Keluarga dan saudara sangat mendukung, masyarakat dan para sahabat juga memberi dorongan dukungan penuh, terutama mereka yang pernah berhubungan dengan saya sejak menjadi staf kantor camat, guru SMA swasta, aktif (is) di gereja, pemerhati sosial budaya pariwisata dan terakhir sbg pelayan (kadis kependudukan dan catatan sipil), sekretaris forum komunikasi tokoh masyarakat.
7. Saya berani ikut bertarung menjadi caleg, dengan keinginan merubah pemahaman bahwa dalam pemilu, pemilih harus cerdas yakni memilih bukan karena dibayar atau bagi duit (wani piro), tidak membawa seseorang kedalam pencobaan (memaksa korupsi) dan menjadi tidak peduli. Restorasi memang harus ada yang memulai, yg terutama dari diri sendiri.
Saya berharap bahwa pemilih tidak mengharapkan uang (pembeli suara) atsu janji-janji kampanye, tetapi pemilih yang mengharamkan transaksional dan janji proyek. Pilihlah orang yang berintegritas, berpengalaman melayani dengan tulus ikhlas dan mau memberi perhatian.
Bagi saya menebar janji atau membagi bagi uang adalah kejahatan yg merusak demokrasi. Makanya saya tidak berjanji kepada warga masyarakat, tetapi berjanji thd diri sendiri (dalam hati) dan kepada pemilik saya (Tuhan YMK) untuk menjadi berkat dan saluran berkat serta melayani sepenuh hati.
Persahabatan-persaudaraan jangan dinilai dengan uang atau harta.
Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga dapat menambah informasi.
Salam HOKI
DMB.